Suaradesa.co, Bojonegoro – Di sudut tenang Kota Bojonegoro, di antara deretan rumah dan toko yang terus berubah wajah, berdirilah sebuah ruang waktu bernama Monika Book Rental.
Di tengah derasnya era digital, tempat ini ibarat oase bagi pencinta buku yang haus akan cerita cetak, aroma lembaran tua, dan nostalgia masa lalu. Sejak tahun 2000, Monika Book Rental bertahan bak penjaga terakhir budaya membaca di kota ini.
Berada di Jalan Gajah Mada Gang Sahid, tempat ini bukan sekadar persewaan buku, tapi museum hidup kenangan.
Dikelola oleh Infusita Dewi, perempuan penyuka dunia tulis-menulis ini telah menjaga ribuan koleksi dengan penuh cinta. Di balik etalase kayu dan rak-rak yang penuh sesak, tersimpan lebih dari 8.000 komik dan ribuan novel—harta karun yang nyaris mustahil ditemui di era sekarang, bahkan di platform digital sekalipun.
“Komik digital itu bagus, tapi rasanya beda. Di sini lengkap, dari edisi lawas sampai langka yang bahkan toko besar macam Toga Mas atau Uranus Surabaya pun belum tentu punya,” ujar Vicka Rahma (35), salah satu penyewa setia.
“Kalau Monika tutup, mungkin hidup saya juga ikut hampa,” tambahnya dengan tawa kecil yang menyimpan rasa haru.
Di rak-rak Monika, waktu terasa beku. Pembaca dari segala usia datang dan pergi. Para santri pondok, mahasiswa, pekerja kantoran, hingga kolektor lintas kota berdatangan—sebagian hanya untuk menemukan satu judul yang hilang dari masa kecilnya.
Koleksi-koleksi legendaris seperti Detektif Conan, Candy-Candy, hingga Lupus bersanding manis dengan novel-novel karya Dee, Andrea Hirata, sampai kisah cinta remaja yang tak lekang oleh waktu.
Uniknya, persewaan ini memiliki sistem keanggotaan sederhana: member baru boleh pinjam maksimal tiga hari, sedangkan member lama bisa sampai satu minggu.
Meski zaman berubah dan jumlah penyewa aktif menurun, masih ada denyut yang hidup. Sebagian besar koleksi kini juga lebih sering diburu kolektor yang siap merogoh kocek demi nostalgia.
“Aku ini cuma penggemar cerita yang nggak bisa berhenti,” ucap Dewi merendah.
Namun kenyataannya, dedikasi Dewi justru menjadi nadi yang membuat Monika Book Rental bertahan selama 25 tahun—lebih lama dari usia banyak media sosial yang kini digandrungi.
“Kalau dulu cowok-cowok sering pinjam komik. Sekarang, lebih banyak cewek-cewek muda cari novel, apalagi anak kuliah atau yang kerja. Ada yang pinjam buat pelarian, ada yang baca buat inspirasi nulis,” katanya sambil tersenyum, menunjukkan salah satu rak favoritnya.
Kini, ketika dunia berlari mengejar kecepatan dan layar ponsel menguasai waktu luang, Monika Book Rental berdiri sebagai lambang perlawanan yang manis.
Ia tak ingin ikut hilang begitu saja. Karena di tempat ini, membaca bukan sekadar kegiatan, tapi perjalanan hati.
Dan selama Monika masih berdiri, Bojonegoro akan tetap punya satu sudut kecil untuk kembali mengenang, menyelami, dan mencintai buku sebagaimana mestinya.(red)








