Suaradesa.co, Bojonegoro – Rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Bojonegoro bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), Selasa (10/6), diwarnai sejumlah catatan penting.
Salah satunya disampaikan oleh Sally Atyasasmi yang menyoroti belum maksimalnya capaian pendapatan daerah, meski secara persentase telah melebihi target.
“Capaian pendapatan memang sudah 103 persen, namun belum maksimal jika dilihat dari angka absolutnya yang masih di bawah Rp1 triliun. Ini menunjukkan ruang optimalisasi masih terbuka lebar,” ujar Sally.
Fraksi Gerindra mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatan dari sektor pajak kendaraan dan memaksimalkan peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Sally menekankan pentingnya BUMD untuk memberikan kontribusi yang lebih besar berupa dividen kepada kas daerah.
“BUMD seharusnya bisa memberikan dividen yang lebih besar dari yang disetorkan saat ini. Potensinya masih bisa digali,” tambahnya.
Terkait sumur tua di Desa Wonocolo, Sally menyinggung kondisi Badan Usaha Bersama (BBS) yang saat ini tidak mendapat pekerjaan setelah izin pengelolaan sumur tua tidak diperpanjang oleh Pertamina.
Ia menyebutkan bahwa saat ini BBS bahkan mengikuti tender proyek di luar daerah seperti Palangkaraya.
Selain itu, juga mendorong penguatan peran Bank Perkreditan Rakyat (BPR) milik daerah dengan memberikan alokasi khusus untuk sektor ekonomi. Menurutnya, sebagian pendapatan pajak daerah dapat diarahkan melalui BPR untuk memperkuat permodalan sektor produktif.
Sorotan juga diberikan terhadap transparansi pendapatan dari lifting minyak oleh PT Asri Dharma Sejahtera (ADS), dia menyatakan pentingnya akuntabilitas dan keterbukaan dalam pengelolaan pendapatan dari sektor migas yang menjadi andalan Bojonegoro.
Soal ketahanan pangan, Anggota Banggar lainnya dari Fraksi PAN, Lasuri berharap program “Bojonegoro Pangan Mandiri” tidak hanya menyerap gabah petani, tetapi juga mampu memberikan pendapatan asli daerah (PAD) secara nyata.
“Program ini jangan hanya berhenti di serapan, tapi juga bisa menghasilkan PAD. Itu penting untuk keberlanjutan,” tegasnya.
Terakhir, pihaknya mengkritisi target retribusi dari sektor wisata dan pasar yang dinilai terlalu tinggi dan tidak realistis. Ia menyebutkan, untuk sektor pariwisata, target Rp1,7 miliar tidak sebanding dengan capaian realisasi yang hanya sekitar 55 persen.
“Kenapa targetnya harus setinggi itu? Padahal kunjungan wisatawan belum signifikan. Fokus saja pada peningkatan jumlah pengunjung dulu, baru kita bicara target, “tutupnya.

Menganggapi hal itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Bojonegoro, Andik Sudjarwo, menegaskan perlunya langkah terobosan dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), khususnya PT BBS (Bojonegoro Bangun Sarana), yang saat ini mengalami kekosongan jabatan direktur.
Ia menyebut bahwa core business (inti bisnis) perusahaan tersebut belum jelas dan perlu segera dioptimalkan.
“Kita harus segera menyelesaikan kekosongan jabatan direktur di BBS. Core bisnisnya juga perlu diperjelas dan dimaksimalkan, terutama terkait pengelolaan sumur tua di Wonocolo yang perizinannya ada di Kementerian ESDM,” ujar Andik.
Andik juga menyayangkan langkah BBS yang justru mencari proyek di luar daerah. Menurutnya, BBS seharusnya lebih aktif dalam proyek-proyek yang ada di Bojonegoro.
“Kenapa BBS tidak ikut terlibat di proyek-proyek lokal? Kita bisa bekerja sama dengan Unit Layanan Pengadaan (ULP) menggunakan e-katalog konsumsi, dan BBS bisa ambil peran di situ,” tambahnya.
Terkait BUMD lainnya, yaitu BPR (Bank Perkreditan Rakyat), Andik menjelaskan bahwa saat ini proses perizinan di Bank Indonesia sedang berjalan. Nantinya, BPR akan menjadi penyalur Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi ASN dan PPPK yang baru diangkat.
“Kredit ke depan juga akan diarahkan ke BPR. Saat ini kita masih menunggu izin dari BI. Kami sepakat bahwa peran BPR ke depan perlu ditingkatkan,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Andik juga menyoroti proyek-proyek wisata seperti Bedak Pasar yang dinilai perlu dievaluasi kembali. Ia menilai pagu anggaran yang diajukan terlalu tinggi dan tidak rasional.
“Kami sepakat, proyek-proyek seperti wisata Bedak Pasar perlu dievaluasi kembali. Pagu anggarannya terlalu tinggi dan kurang masuk akal,” pungkasnya.
Pemerintah Kabupaten Bojonegoro kini tengah mengkaji ulang peran strategis BUMD dalam mendukung pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, dengan harapan reformasi manajemen dan arah bisnis BUMD bisa segera dilakukan secara konkret dan terukur.(red)