Suaradesa.co (Bojonegoro) – Peringatan Hari Santri Nasional yang ditetapkan oleh Bapak Presiden RI pada tanggal 25 Oktober 2015 diMasjid Istiqlal Jakarta melalui Keputusan Presiden (Kepres) Nomor : 22 Tahun 2015 merupakan momen berharga bagi para santri di Indonesia ini.
Penetapan ini dimaksudkan untuk meneladankan semangat jihad kepada para santri tentang ke-Indonesiaan yang digelorakan para ulama yang berjuang memerdekakan Bangsa Indonesia tercinta melalui Revolusi Jihad oleh Rois Akbar Nahdlatul Ulama KH.Hasyim Asari.
Dalam perjuangan mengusir penjajah peran santri sangatlah besar dimana dulu santri santri banyak ikut andil dalam peperangan sehingga Indonesia dapat berdiri.
Sejarah telah mencatat perjuangan santri dan kiyai, yang puncaknya ada pada tanggal 10 November dimana pertempuran pecah di Surabaya antara pasukan Rakyat Indonesia yang juga ada peran penting para santri sehingga tentara sekutu hengkang dari kota pahlawan itu.
Dipilihnya tanggal ini, karena bertepatan dengan satu peristiwa bersejarah yakni seruan yang dibacakan oleh Pahlawan Nasional KH Hasjim Asy’ari pada 22 Oktober 1945.
Pada tanggal tersebut, KH Hasjim Asy’ari menyerukan perintah kepada umat Islam untuk berperang (jihad) melawan tentara sekutu yang ingin menjajah kembali wilayah Republik Indonesia pasca-Proklamasi Kemerdekaan.
Sekutu yang dimaksudkan adalah Inggris sebagai pemenang Perang Dunia II untuk mengambil alih tanah jajahan Jepang. Sementara itu, di belakang tentara Inggris terdapat pasukan Belanda yang ikut membonceng.
Selain itu, aspek lain yang melatarbelakangi penetapan Hari Santri Nasional adalah adanya pengakuan resmi pemerintah Republik Indonesia atas peran besar umat Islam dalam berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan serta menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hari Santri Nasional bertujuan untuk memperingati peran besar kaum kiyai dan kaum santri dalam perjuangannya melawan penjajah yang bertepatan dengan seruan KH Hasjim Asy’ari tersebut.
Di tengah keadaan seperti saat ini, santri harus bisa memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat karena santri adalah pemegang saham terbesar di negeri ini sebagaimana telah dijelaskan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia KH Ma’ruf Amin.
Santri harus mempelajari lingkungan sekitar atau peristiwa yang sedang terjadi saat ini mengenai pandemi Corona, mempelajari berbagai ragam informasi yang berseliweran di media sosial yang terkadang saling bertentang antara satu dengan yang lainnya agar masyarakat tak mengalami dilema dan kebingungan akibat rendahnya literasi mengenai informasi, khususnya mengenai Covid19 dan mudahnya orang-orang menyebar informasi sebelum menfilternya.
Dengan penguatan literasi ditambah dengan wawasan akademik yang memadai santri dapat menjadi sosok kredibel untuk memberikan informasi mengenai Covid-19.
Kemudian langkah selanjutnya yang dapat dilakukan oleh para santri adalah menyampaikan dakwahnya pada khalayak masyarakat sebagai refleksi kesantriannya yang selama di pesantren telah mengkaji dan belajar Al Quran, Hadits, Fiqih dan kitab-kitab klasik lainnya.
Yang terakhir, santri harus bisa mendudukkan persoalan bahwa wabah ini bukan serta-merta ada tanpa campur tangan Tuhan, karena adanya wabah ini merupakan musibah atau ujian dari Tuhan untuk menguji hamba-hambanya.
Maka dari itu, santri harus mengedukasi masyarakat untuk senantiasa melakukan ikhtiar dzahir seperti menjaga kesehatan, cuci tangan secara rutin, menjaga jarak dan lain sebagainya sebagaimana telah dianjurkan oleh para ahli medis.
Di samping itu, sebagai seorang santri yang spesialisnya di bidang agama, santri juga harus menganjurkan pada masyarakat untuk selalu melakukan ikhtiar batin dengan memperbanyak membaca istighfar, istighatsah, membaca shalawat thibbil qulub, membaca qunut nazilah di setiap shalat fardhu dan lain sebagainya untuk mendekatkan diri pada sang pencipta sekaligus mengetuk pintu langit agar wabah ini cepat diangkat.
Pada intinya, sebagai penerus para ulama atau kyai, santri harus bisa eksis di tengah-tengah masyarakat sebagaimana para ulama atau kyai yang mendedikasikan hidupnya untuk umat sebagai bentuk tanggung jawab terhadap tugas yang diembannya yaitu “pewaris para nabi” sesuai sabda Nabi:al-‘ulama waratsatul anbiya’. (M Ridwan Sayadi)
Penulis adalah Sekretaris Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bojonegoro yang juga Ketua Dewan Pimpinan Daerah Organisasi SHIDDIQIYAH Bojonegoro.