“Kalau kamu direndahkan,berarti sekarang posisimu ada di ketinggian. Kalau kamu dijelekkan, berarti saat ini kamu punya jejak penuh kebaikan. Kalau kamu diomongin orang, artinya kamu cukup penting di pikiran orang”
Dulu saya pernah bekerja di Perusahaan yang mengekspor hasil produksinya ke luar negeri. Saya sendiri kebetulan bekerja di bagian Produksi. Besar kecilnya gaji yang didapatkan adalah tergantung banyaknya produksi yang di hasilkan.
Kecepatan bekerja adalah penentunya. Semakin cepat akan semakin menghasilkan produk banyak.
Tapi, kecepatan bekerja kami harus di batasi karena adanya sosok QC (Quality Control).
Tugas dari orang yang bekerja sebagai QC ini adalah selalu melakukan pengecekan tentang kualitas hasil produksi.
Apakah bentuknya, beratnya, warnanya, bungkusnya sudah sesuai dengan SOP Perusahaan atau tidak.
Pengecekan yang dilakukan oleh QC ini mengakibatkan banyaknya temuan hasil produksi yang tidak sesuai SOP Perusahaan sehingga banyak yang di kategorikan produk gagal.
KENAPA?
Karena tim Produksi tidak mementingkan kualitas melainkan kuantitas. Tim Produksi dibayar berdasarkan banyaknya hasil sedangkan tim QC digaji untuk memastikan bahwa hasil produksi layak di jual.
Tim QC akan terus berupaya untuk mengingatkan tim Produksi untuk selalu berhati-hati agar Produk yang dibuat layak jual dan tidak menjadi Produk gagal.
Sedangkan kalau itu dilakukan maka kinerja tim Produksi akan semakin lambat dalam berproduksi dan dampaknya gaji yang diterima akan semakin kecil.
Karena persepsi yang berbeda Akhirnya, sosok QC ini dianggap penganggu, tukang komplain, bikin ribet, nambahin ruwet, banyak omong, bisanya menyalahkan, mengurangi rejeki orang dan dianggap musuh oleh seluruh karyawan sehingga terjadilah persengkongkolan untuk bersiasat untuk melemahkan kinerja tim QC.
Sudah bisa ditebak kan bagaimana akhir dari persengkongkolan ini?
Yah. Perusahaan kami bangkrut karena kualitas Produksi kami yang dianggap rendah. Perusahaan asing yang dulu menjadi tujuan ekspor, memutuskan kerjasama dan beralih ke Perusahaan lain yang memiliki kualitas produk yang lebih unggul.
Akhirnya kami kehilangan pekerjaan jadi pengangguran.
Sesungguhnya Kritikan itu adalah Quality Control yang sebenarnya. Kalau kita ingin menaikkan level kualitas diri kita, kita butuh kritikan.
Kita butuh pengawas yang selalu memberikan penilaian terhadap hasil kinerja kita. Kritikan juga bertujuan sebagai bahan evaluasi diri agar kita bisa lebih meningkatkan dan menyempurnakan hasil yang di inginkan.
Bisa di bayangkan jika kita bekerja tanpa ada kritikan,kita sendiri akan merasa buta dengan hasil kerja kita sendiri.
Saat ini saya bekerja di salah satu Perusahaan Internasional. Hampir setiap satu bulan sekali akan di adakan rapat internal untuk para pemimpin divisi.
Salah satu agenda meetingnya adalah harus mencari,menemukan kekurangan atau kelemahan kinerja yang terjadi di antar divisi.
Bukan untuk mencari kesalahan secara perseorangan melainkan untuk di evaluasi agar sistem kinerjanya bisa di tingkatkan lagi dan bisa saling kuat bersinergi.
Ini adalah contoh bahwa terkadang Kritikan itu harus ada untuk menemukan kekurangan atau kelemahan.
Kritikan bukanlah serangan untuk menjatuhkan tapi bentuk penilaian kerja yang harus terus di evaluasi setiap hasilnya.
Banyak banyaklah mendapatkan kritikan supaya kita punya kekuatan untuk terus meningkatkan level kualitas kinerja kita.
Kalau tidak suka di kritik, kalau kritikan di anggap salah, kalau kritikan di anggap bentuk perlawanan maka bersiaplah untuk jatuh, bangkrut dan kalah dalam persaingan.
Bila kritikan itu benar maka berbenahlah. Jangan ngeyel di atas kesalahan.
Namun jika kritikan itu di anggap tidak benar maka tepislah dengan adab sopan santun. Tidak perlu marah ataupun tersinggung.
Dan jika tidak ingin mengharapkan kritikan maka jangan melakukan apa apa, jangan menjadi siapa siapa dan jangan berkata apa apa.
Monggo saling membuka diri untuk siap menerima masukan dan kritikan demi kepantasan diri menuju keberhasilan.
*Penulis adalah Certified Public Speaker’s | Founder Wisata Edukasi Kampung Tumo Bojonegoro