Suaradesa.co (Bojonegoro) – Banyak yang belum tahu sejarah penyebaran Islam di wilayah Kecamatan Bubulan dan wilayah Bojonegoro bagian selatan. Dari cerita lisan, Raden Bagus Lancing Kusumo adalah salah satu penyebar Islam di Bubulan.
“Ketika itu di Kabupaten Bojonegoro mayoritas masih beragama Hindu. Dahulu Raden Bagus Lancing Kusumo berasal dari Pajang Jawa Tengah, dikejar-kejar Belanda kerena mensyiarkan agama Islam,” kata Watimo, juru kunci makam Lancing Kusumo di Desa Cancung Kecamatan Bubulan.
Penanggung jawab makam sekitar 18 tahun itu, menggantikan leluhurnya terdahulu secara turun temurun, dan dia juga mengaku kalau lupa ia juru kunci yang keberapa.
“Setelah dikejar-kejar Belanda sebab tidak sependapat, Raden Bagus Lancing melarikan diri ke Desa Clebung Kecamatan Bubulan, tepatnya di Dukuh Nggeneng hingga ia meninggal dan dimakamkan. Beliaulah pembawa ajaran Islam pertama di Clebung,” ujarnya.
Raden Bagus Lancing Kusumo berasal dari kerajaan Pajang. Sang ksatria yang perjaka (lancing) itu datang ke Bojonegoro karena menyelamatkan diri dari kejaran Belanda. Dikawal dua sahabat setianya yaitu Subakir dan Sujono.
“Raden Bagus Lancing Kusumo adalah pelopor dakwah Islam di Desa Clebung dan sekitarnya. Nama Desa Clebung juga berkaitan dengan Raden Bagus. Dia menyukai makanan pecel dan rebung, maka desa itu disebut Clebung,” ujar kakek paruh baya itu.
Di makam Raden Bagus Lancing Kusumo, para peziarah harus taat pada aturan -aturan khusus yang tidak boleh dilanggar. Peziarah harus berniat baik, suci dari hadast kecil dan besar, lelaki harus bersarung dan wanita yang menstruasi sebelum 7 hari dilarang masuk pesarean.
“Selebihnya,para peziarah tidak boleh melakukan hal ini, main (judi), madon (zina), dan maling (mencuri) sebab bisa fatal akibatnya. Di dinding pendopo makam Raden Bagus Lancing Kusumo terdapat gambar harimau. Sebab konon memang ada harimau gaib yang menjaga kawasan maqbaroh tersebut,” terangnya kepada awak media.
Untuk mengenang jasa dan menjaga tradisi, setiap malam Jumat tidak hanya masyarakat sekitar, tetapi dari daerah lain ikut berdoa di makam. Namun jumlah peziarah semakin banyak pada Jumat Pahing dalam penanggalan Jawa.
“Banyak masyarakat berdatangan termasuk dari Surabaya, Tuban, Kalimantan dan Sumatera. Rehap bangunan makam juga mendapat bantuan dari pengunjung asal Kalimantan,” ujarnya.(sya)