Suaradesa.co (Bojonegoro) – Konsumsi telur sudah menjadi hal yang umum bagi masyarakat Indonesia. Menurut survei yang dilakukan Balai Penelitian Ternak tahun 2008, konsumsi telur di Indonesia sebetulnya masih tergolong rendah.
Di Bojonegoro, Telur menjadi pilihan utama bagi sebagian besar masyarakat baik sebagai lauk atau olahan lain seperti martabak.
Seiring dengan hal ini, kulit telur yang terbuang, mulai dimanfaatkan sebagian masyarakat Bojonegoro. Pemanfaatan ini dalam bentuk kerajian, media tanaman hias, dan pakan hewan sudah banyak diketahui. Ada satu pemanfaatan kulit telur yang berbeda, yakni di buat kerupuk.
Ide pemanfaatan kulit telur dalam bentuk kerupuk ini didapatkan Adib Nurdiyanto saat membeli martabak. Dalam satu hari, kulit telur ini terkumpul dalam jumlah banyak dan hanya dibuang begitu saja.
Dosen STIKes ICSADA ini kemudian memohon ijin kepada penjual martabak tersebut untuk membawa pulang sampah kulit telur tadi.
Di Rumah Kreatif Desa Mojodeso, Adib kemudian membuat kulit telur ini menjadi serbuk, lalu di tambahkan pada adonan kerupuk. Adib juga menambahkan topping lain, seperti teri dan ebi pada kerupuk ini sehingga ada 3 varian rasa yakni kekel original, kekel teri dan kekel ebi.
Istilah Kekel adalah singkatan dari kerupuk kulit telur untuk mempermudah menyebut olahan ini.
Adib menjelaskan bahwa kendala pembuatan kerupuk ini adalah cuaca karena pengeringan nya mengandalkan terik matahari. Setelah kering, kerupuk ini dikemas plastik dan diberi label. Penjualan kerupuk ini melalui pemesanan langsung dan melalui outlet Creative Economy Center (CEC) yang tersebar di Bojonegoro.
“Satu bungkus kekel ini dijual dengan harga Rp20.000 dan beraharap kebutuhan kalsium masyarakat Bojonegoro bisa terpenuhi dengan konsumsi kekel ini,”pungkasnya. (*Rilis)