Suaradesa.co, Bojonegoro – Tragedi berdarah yang terjadi di Musala Al-Manar, Desa Kedungadem, masih menyisakan luka mendalam, bukan hanya bagi keluarga korban, tetapi juga bagi masyarakat sekitar.
Setelah tujuh hari berjuang di ruang ICCU RSUD Sosodoro Djatikoesoemo, Cipto Rahayu (63), akhirnya menghembuskan napas terakhirnya pada Senin (5/5) pukul 14:55 WIB.
Istrinya, Arik Wijayanti (60), satu-satunya korban selamat dalam insiden itu, kini masih dalam masa pemulihan di rumah.
Namun, pemulihan fisik tampaknya bukan satu-satunya tantangan yang dihadapi Arik.
Menurut Kasat Reskrim Polres Bojonegoro, AKP Bayu Adjie Sudarmono, hingga kini Arik belum dapat dimintai keterangan oleh penyidik karena masih mengalami trauma berat.
“Kondisinya secara medis membaik, tetapi secara psikologis belum stabil. Kami menunggu sampai dia siap,” ungkapnya.
Tragedi yang dilakukan oleh Sujito (67), yang merupakan tetangga korban, mengguncang ketenangan warga Kedungadem.
Warga setempat kini hidup dalam kekhawatiran dan merasa kehilangan rasa aman, terlebih karena peristiwa itu terjadi di tempat ibadah yang selama ini dianggap sakral dan damai.
“Sejak kejadian, kami jadi takut bahkan untuk pergi ke musala sendiri. Anak-anak kami larang keluar malam,” ujar salah satu warga yang enggan disebut namanya.
Menurut pihak RSUD, korban Cipto telah mendapatkan tindakan cepat berupa operasi dan perawatan intensif, namun luka yang dalam dan kerusakan pada pembuluh darah menyebabkan nyawanya tidak tertolong.
Sementara proses hukum terhadap pelaku masih berjalan, warga berharap tragedi ini menjadi yang terakhir.
Banyak yang mendesak agar pendekatan psikologis juga diberikan bagi para korban selamat dan warga terdampak, demi memulihkan kembali rasa aman di lingkungan mereka.(red)