Suaradesa.co- Waktu menunjukkan pukul 19.30 Wib, Sabtu (28/11/2020) seperti biasa group whatsapp ramai dengan hiruk pikuk postingan-postingan berita dan pembahasan umum lainnya.
Tiba-tiba, salah satu group di handphone menyiarkan kabar Mas Safuwan meninggal dunia.
Deg!
Berbagai komentar deras membalas pesan jika informasi Mas Safuwan telah meninggal dunia. Aku diam, tidak membalas komentar-komentar itu. Untuk memastikannya, aku menghubungi pimpinan media di mana Safuwan bekerja.
Tidak ada jawaban. Aku semakin kalut, kabar masih simpang siur. Salah satu rekan kerjanya, Rudi juga mengatakan jika teman sekantor baru akan datang ke rumah Almarhum untuk memastikannya.
Masih berharap kabar itu bohong. Bagaimana tidak, pukul 15.30 Wib aku masih sempat komunikasi untuk meminta informasi salah satu giat Bupati Bojonegoro yang menjadi karya terakhirnya.
Berkali-kali aku menghubungi handphone yang terlihat aktif. Mengirimkan pesan WhatsApp tapi tak ada balasan.
Semakin larut, kabar semakin berhembus kencang. Tepat pukul 20.00 Wib kepastian itu datang. Dia, wartawan humble, ramah, dan baik hati itu telah pergi selama-lamanya.
Aku mendapatkan foto almarhum sudah terbujur kaku tertutup jarit.
Bergetar, aku membuat status mengucapkan salam terakhir. Satu persatu kawan wartawan menghubungiku memastikan itu.
Minggu (29/11/2020) pukul 10.00 Wib, semua teman-teman wartawan, kerabat, bahkan beberapa narasumber datang melayat. Mengantarkan almarhum ke peristirahatan terakhir.
Tak lama, Bupati Bojonegoro, Anna Mu’awanah, datang melayat. Istri almarhum, Lika, nampak terkulai lemas, tak henti-hentinya menangis histeris. Berkali-kali pingsan.
Bupati Anna tidak bisa menyembunyikan rasa harunya. Berupaya menghibur, Bupati Anna memberikan dukungan kepada keluarga untuk tabah menghadapi cobaan.
Waktu menunjukkan pukul 11.00 Wib, aku masih duduk bersimpuh di dekat Mbak Lika, dan Fadila (12), putri satu-satunya yang kini duduk kelas 1 Mts.
Fadila, anak itu ikut menangis melihat ibunya. Dengan terbata dia bercerita detik-detik ayahnya meninggal.
Dia mengatakan, Sabtu sore pukul 16.00 Wib bermain bulutangkis bersama sang ayah. Beberapa waktu kemudian, sang ayah mengeluh sakit di dadanya.
Karena sakit, ibunya memberikan minyak kayu putih dan dibalur ke bagian dada dan punggung. Lalu memberikan air putih, namun air itu justru disiramkan ke dada.
“Kata ayah, dadanya panas. Air yang sedianya untuk minum malah disiramkan,” ceritanya.
Tidak lama, almarhum tidur telentang dan mengangkat kedua tangannya. Sekejap, nampak menggigil lalu menutup mata. Semula, dikira pingsan namun ternyata meninggal.
“Ayah pergi. Ayah tersenyum. Siapa yang mengantarkan aku latihan kalau ayah tidak ada?”
Gadis manis itu bertutur, jika sebelum pergi sempat dimarahi karena tidak makan. Berpesan agar serius latihan agar menjadi atlet bulutangkis.
“Aku janji, akan makan dengan teratur. Janji akan berlatih dengan serius. Ayah ingin aku jadi atlet,”
Kehilangan
Rasa kehilangan yang mendalam, atas kepergian almarhum. Banyak kenangan bersama pria 40 tahun itu. Baik juga pendiam. Tidak membalas meski dia disakiti oleh temannya.
Banyak sudah karya yang digoreskan almarhum di Blok Bojonegoro. Mochamad Safuan, bergabung di blokBojonegoro.com sejak awal tahun 2013 dengan turut membagikan ilmu jurnalistik, melalui program blokBojonegoro Goes to School (bB-GtS) ke SMA/SMK/MA dan SMP/MTs se-Kabupaten Bojonegoro.
Sebagai reporter, Mas Safuan juga tercatat pernah mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jatim pada 2017, dan dinyatakan kompeten mendapatkan sertifikasi tingkat Wartawan Muda oleh Dewan Pers.
Selain itu, Mas Safuan bersama blokBojonegoro.com juga lolos seleksi mendapatkan grant ‘Internews Environmental Journalism Network (EJN) Asia Pasific 2021’.
Selamat jalan sahabat, semoga Allah SWT memberikan tempat terbaik bagimu di SurgaNya. Amin..(*rin)