Bojonegoro – Luapan Sungai Bengawan Solo kembali menjadi ancaman serius bagi warga Bojonegoro. Hingga Rabu (22/1), banjir telah merendam 13 desa di lima kecamatan, meliputi Kecamatan Bojonegoro, Dander, Kalitidu, Ngraho, dan Baureno. Dampak banjir ini tak hanya menggenangi ratusan rumah, tetapi juga mengancam kelangsungan ekonomi warga, terutama petani.
Menurut Kepala Pelaksana BPBD Bojonegoro, Laela Nor Ainy, permukaan air Bengawan Solo mengalami peningkatan signifikan hingga status siaga tiga (siaga merah).
“Beberapa kawasan permukiman sudah mulai tergenang,” ungkap Laela. Di beberapa wilayah, seperti Kecamatan Kalitidu, ketinggian air mencapai 60 cm, menggenangi delapan rumah di Desa Leran dan 12 rumah di Desa Sukoharjo.
Selain pemukiman, banjir juga merendam 205 hektare sawah di tujuh desa Kecamatan Baureno dan lima hektare di Kecamatan Ngraho. Sebagian besar tanaman padi yang tergenang berusia antara 40 hingga 85 hari setelah tanam. “Ini sangat mengkhawatirkan karena bisa memengaruhi hasil panen petani,” tambah Laela.
Banjir ini dipicu oleh kombinasi kiriman air dari hulu dan intensitas hujan lokal yang tinggi selama dua hari terakhir. Kondisi ini mengakibatkan kenaikan muka air Bengawan Solo hingga 14,30 meter di atas permukaan laut (dpl) pada pukul 18.00 WIB, Rabu petang.
Seruan Antisipasi dan Dukungan Pemerintah
BPBD dan pemerintah daerah telah mengimbau warga untuk meningkatkan kewaspadaan, terutama bagi mereka yang tinggal di kawasan rawan banjir. Beberapa langkah mitigasi, seperti pembagian logistik dan pemantauan permukaan air, mulai dilakukan.
Namun, kondisi ini menuntut perhatian lebih dari pemerintah pusat dan provinsi. Perbaikan infrastruktur pengendali banjir, seperti tanggul dan saluran drainase, menjadi kebutuhan mendesak untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.
Bengawan Solo: Ancaman Berulang
Kejadian ini menambah daftar panjang bencana akibat luapan Sungai Bengawan Solo. Sebelumnya, banjir serupa juga melanda Bojonegoro pada akhir 2024. Ribuan warga terpaksa mengungsi, dan kerugian ekonomi mencapai miliaran rupiah. Dengan curah hujan diprediksi terus meningkat, Bojonegoro kembali dihadapkan pada tantangan besar dalam mengelola risiko bencana ini.(red)