Suaradesa.co, Tuban – Di balik rencana pendirian Sekolah Rakyat (SR) oleh Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Kabupaten Tuban, tersimpan asa bagi puluhan anak dari keluarga kurang mampu yang selama ini tersisih dari akses pendidikan formal.
Program ini bukan sekadar inisiatif kelembagaan, tetapi langkah konkret negara hadir untuk mereka yang nyaris tak terdengar.
Kepala Dinsos P3A Kabupaten Tuban, Sugeng Purnomo, menyampaikan bahwa pendirian Sekolah Rakyat merupakan bagian dari program nasional Kementerian Sosial.
“Kami sudah ajukan proposal ke Kementerian melalui Dinsos Jatim. Saat ini sedang menunggu validasi,” ujarnya, Rabu (11/6).
Namun, yang lebih penting dari itu adalah siapa yang akan menjadi peserta didik di SR ini: sekitar 70 anak dari keluarga penerima manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH). Mereka adalah anak-anak yang selama ini rentan putus sekolah karena himpitan ekonomi dan keterbatasan akses.
Pihak Dinsos sudah mengantongi data dari para pendamping PKH, meskipun klasifikasi dan verifikasi lebih lanjut masih dilakukan.
“Yang masuk data banyak, tapi kami klasifikasi dan sementara ada sekitar 70 anak,” terang Sugeng.
Sekolah Rakyat direncanakan berlokasi di UPT Balai Latihan Kerja (BLK) milik Disnakertrans Jatim di Tuban. Lokasi ini akan ditinjau langsung oleh tim dari Dinsos Jatim pada Kamis (12/6) untuk memastikan kelayakan fasilitas.
Konsep SR yang dirancang akan membuka satu rombongan belajar (rombel) setingkat SMP dan tiga rombel setingkat SMA. Namun, Sugeng menekankan bahwa komposisi ini masih bisa berubah tergantung hasil asesmen tim dari provinsi dan pusat.
Lebih dari sekadar sekolah alternatif, Sekolah Rakyat menjadi bentuk pemenuhan hak dasar anak atas pendidikan, yang kerap luput dalam sistem formal.
Ia juga menjadi refleksi kepedulian pemerintah terhadap kelompok marginal yang selama ini kesulitan menjangkau bangku sekolah.
Jika terealisasi, Sekolah Rakyat di Tuban akan menjadi jembatan penting untuk memutus rantai kemiskinan antargenerasi. Bagi anak-anak dari keluarga miskin, ini bisa menjadi titik awal untuk mengubah masa depan.
“Pendidikan adalah hak semua anak, bukan hak mereka yang mampu saja,” ujar Sugeng menegaskan komitmennya.(red)