Suaradesa.co, Kepulauan Tanimbar – Sistem manajemen lapangan yang mengatur jatah kontainer Tol Laut di Larat, Kecamatan Tanimbar Utara, Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) menuai kritik dari masyarakat setempat. Sejumlah pengusaha lokal menilai kebijakan distribusi kontainer kurang adil dan tidak memprioritaskan komoditas unggulan daerah.
Bram Sarwuna, seorang pengusaha arang batok kelapa, mempertanyakan keputusan pemberian jatah kontainer kepada besi tua, sementara arang batok kelapa—yang kini tengah menjadi komoditas unggulan di Tanimbar—justru tidak mendapat tempat.
“Kami sangat kecewa dengan sistem ini. Arang batok kelapa adalah produk turunan kelapa yang dapat mendorong ekonomi masyarakat dan UMKM lokal. Dengan adanya pasar arang batok kelapa, masyarakat bisa mendapatkan penghasilan tambahan selain dari kopra,” ujar Bram, sapaan akrabnya.
Bram menekankan perlunya revisi sistem agar lebih berpihak pada komoditas unggulan seperti arang batok kelapa, kopra, dan kelapa buah. Ia juga mengusulkan peningkatan kuota kontainer dari 10 menjadi 20 kontainer guna memenuhi permintaan pasar yang semakin meningkat.
Selain itu, Bram menyarankan agar lebih banyak perusahaan pelayaran beroperasi di Tanimbar, termasuk PT SPIL, Tanto, Meratus, dan lainnya.
“Semakin banyak perusahaan pelayaran masuk, distribusi komoditas dari KKT ke pasar nasional dan internasional bisa lebih cepat, yang pada akhirnya berdampak positif bagi perekonomian daerah,” tambahnya.
Menanggapi keluhan ini, Kepala Seksi Sarana Usaha Perdagangan Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Tenaga Kerja Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Frangky Masela, menjelaskan bahwa pihaknya memprioritaskan komoditas unggulan dalam alokasi kontainer.
“Dari 10 kontainer yang tersedia di Larat, sembilan di antaranya dialokasikan untuk komoditas unggulan seperti kopra dan rumput laut. Satu kontainer yang tersisa diberikan untuk besi tua,” jelas Frangky.
Ia juga mengungkapkan bahwa kendala administrasi turut mempengaruhi distribusi.
“Nyatanya, Bram saat melakukan pemesanan tidak menggunakan namanya sendiri, melainkan nama penerima di Surabaya. Kami tidak bisa memasukkan ke rekomendasi jatah kontainer jika penerimanya tidak dikenali,” tambahnya.
Menurut Frangky, pengelolaan Tol Laut berada di bawah kewenangan Disperindag, namun fungsi pengawasan tetap melekat pada dinas terkait. Sementara itu, pelaksanaan pemuatan barang dari Surabaya ke Larat ditangani oleh PT Luas Line sebagai perusahaan yang dipercayakan oleh pemerintah.
Dengan meningkatnya permintaan terhadap komoditas unggulan, masyarakat berharap pemerintah dan pihak pelayaran dapat segera meninjau ulang kebijakan agar lebih berpihak pada kepentingan ekonomi lokal.(red)