Opini

Putusan Majelis Hakim Atas Penolakan Praperadilan Budi Irawanto Dinilai Sudah Tepat

208
×

Putusan Majelis Hakim Atas Penolakan Praperadilan Budi Irawanto Dinilai Sudah Tepat

Sebarkan artikel ini

Suaradesa.co (Bojonegoro) – Pada sidang praperadilan yang dimohon oleh Wakil Bupati (Wabup) Bojonegoro, Budi Irawanto, melawan Polda Jatim di Pengadilan Negeri Jawa Timur (Jatim), Majelis Hakim memutuskan menolak permohonan praperadilan.

Keputusan tersebut dibacakan oleh hakim tunggal, AFS Dewantoro dalam sidang pada hari Rabu (27/4/2022).

Menurut praktisi hukum Bojonegoro, Sunaryo Abuma’in, keputusan Majelis Hakim tentang penolakan praperadilan sudah tepat sesuai KUHAP.

“Jadi penolakan itu sudah tepat, tidak perlu diperdebatkan lagi,” tegasnya kepada awak media, Kamis (28/4/2022).

Menurut Mbah Naryo, sapaan akrabnya, sebuah perkara pidana yang dihentikan penyelidikannya tidak dapat diajukan praperadilan karena penghentian penyelidikan bukan menjadi objek Praperadilan.

“Namun yang menjadi objek Praperadilan adalah penghentian penyidikan,” tegasnya.

Sebagaimana diatur dalam ketentuan dalam Pasal 77 huruf a KUHAP menyatakan, bahwa Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, dan penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.

Baca Juga :  Kemelut Pembebasan Lahan Proyek Bendung Gerak Karangnongko, Adakah Provokasi dibalik Penolakan Warga Ngelo??

Dia menyatakan, jika berdasarkan pada ketentuan tersebut, penghentian penyelidikan bukan menjadi objek dari Praperadilan. Oleh karena itu sebuah perkara yang dihentikan penyelidikannya tidak dapat diajukan Praperadilan.

Mahkamah Konstitusi (MK) dalam pertimbangan Putusan Nomor 9/PUU-VII/2019 telah menegaskan, bahwa penghentian penyelidikan sebagai salah satu proses dalam kegiatan penyelidikan tidaklah dapat dimasukkan sebagai salah satu objek pengujian dalam praperadilan.

“Hal tersebut karena penyelidikan dan penyidikan walaupun keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, namun keduanya merupakan dua tindakan dengan karakteristik serta memiliki implikasi yang berbeda,” terangnya.

Tindakan penyelidikan yang dilakukan oleh penyelidik belum masuk pro justitia, sehingga hal ini tidak dapat dimasukkan sebagai objek pengujian dalam praperadilan karena di dalamnya tidak terdapat hal-hal yang berkaitan dengan adanya upaya paksa yang menyebabkan terjadinya perampasan hak-hak asasi manusia seseorang.

“Penghentian penyelidikan dimungkinkan dibuka kembali apabila kasus yang dihentikan berkaitan dengan tidak ada bukti permulaan yang cukup bisa dibuka kembali. Syaratnya harus ditemukan alat bukti baru pada kasus tersebut,” tandasnya.

Baca Juga :  Semua Tentang Desa

Namun, jika penghentian penyelidikannya karena peristiwa yang dilidik ternyata bukan merupakan tindak pidana, maka perkara penghentian penyelidikan yang di praperadilankan meyakini ditolak tidak diterima/atau setidaknya Majelis Hakim Pengadilan Negara Surabaya tidak mempunyai kewenangan untuk mengadili perkara tersebut.

“Tindakan penyelidikan yang dilakukan oleh penyelidik belum masuk pro justitia,” lanjutnya.

Sehingga tidak dapat dimasukkan sebagai obyek pengujian dalam pra peradilan karena di dalamnya tidak terdapat hal-hal yang berkaitan dengan adanya upaya paksa yang menyebabkan terjadinya perampasan hak-hak asasi manusia seseorang.

Untuk diketahui, Wabup Budi Irawanto mengajukan gugatan praperadilan terhadap Kapolda Jatim ini terkait dengan terkait terbitnya surat ketetapan S.Tap/11/RES.2.5/2022 Ditreskrimsus tentang Penghentian Penyelidikan kasus dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan Bupati Bojonegoro Anna Mu’awanah yang dikeluarkan oleh Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Timur. (*Rin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *