Opini

Kisah Dua Sekda di Ajang Pilkada 2024: Antara Kontroversi dan Ketenangan

404
×

Kisah Dua Sekda di Ajang Pilkada 2024: Antara Kontroversi dan Ketenangan

Sebarkan artikel ini

Bojonegoro – Dua nama besar, dua pandangan yang berbeda. Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bojonegoro, Nurul Azizah, dan Sekda Kabupaten Badung, I Wayan Adi Arnawa, menjadi sorotan publik dengan narasi yang tak sama dalam arena politik Pilkada 2024.

Nama Nurul Azizah, yang kini ramai sebagai calon bupati dalam Pilkada Bojonegoro mendatang, telah memicu pro dan kontra di tengah masyarakat.

Dari group WhatsApp hingga media sosial, tagar #AsliBojonegoro mewarnai diskusi, sementara baliho raksasa dengan foto Nurul Azizah berpakaian serba putih di beberapa titik di Bojonegoro mendapat sorotan tajam juga pujian.

Adanya potensi pengaruh kebijakan saat masih menjabat sebagai Sekda turut terdengar, terlebih adanya mutasi beberapa waktu lalu yang menjadikan tiga kerabat dekatnya yaitu adik kandung, adik sepupu dan adik ipar yang dijadikan Camat.

Baca Juga :  Drama Liga 2: Kontroversi Gol Persibo dan Pertarungan Transparansi di Sepak Bola Indonesia

Meskipun dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan tersebut, Nurul Azizah memilih bungkam.

Berbeda dengan I Wayan Adi Arnawa, yang juga menjadi fokus perhatian publik sebagai calon bupati di Pilkada Badung 2024 mendatang.

Namun, dalam sorotan ini, Arnawa menunjukkan sikap yang berbeda. Dengan santai dan santun, Arnawa menanggapi isu tersebut dengan candaan dan ketegasan.

“Hehehe, saya nggak tahu (sambil tertawa),” ujarnya sambil membuka pintu lebar-lebar menuju spekulasi politik, ungkapnya beberapa waktu lalu seperti dikutip detikBali.

Menyadari perannya sebagai birokrat yang masih aktif, Arnawa menegaskan fokusnya pada tugas saat ini membantu kinerja Pj Bupati.

Baca Juga :  Menuju Transformasi Pertanian dan Kemakmuran Bojonegoro

Arnawa menyatakan, jika tidak ada mobilisasi untuk didukung seperti memasang baliho dan sebagainya karena dia menyadari jika posisinya sebagai Sekda.

Dalam momen ini, Arnawa menunjukkan pemahaman mendalam akan prinsip demokrasi, sementara tetap menunjukkan kewaspadaan akan perannya sebagai pejabat publik.

Dua sikap, dua pandangan, dan satu panggung politik yang besar. Sementara Nurul Azizah di Bojonegoro dihadapkan pada kontroversi pro dan kontra. Arnawa di Badung memilih jalannya yang lebih tenang, sementara tetap menghormati aspirasi masyarakat.

Pilkada 2024 mungkin akan menjadi ajang untuk mengukur lebih dari sekadar suara di tempat pemungutan suara, namun juga karakter dan integritas dari para pemimpin yang dipilih.(rin/zen)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *