Oleh : Redaksi
Bojonegoro-Masyarakat di Desa Ngelo, Kecamatan Margomulyo, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, yang terdampak pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Karangnongko, meminta kejelasan pembebasan lahan.
Warga kebingungan mencari lahan baru dan menilai jika ganti untung belum tentu cukup membeli tanah di luar desa.
Awal Mei 2023, Ketua Forum Masyarakat Bersatu Desa Ngelo, Sugianta, mengatakan, sebagian besar warga di tiga dusun mengaku kebingungan mencari lahan baru. Mereka menginginkan relokasi di sekitar bendungan meski kawasan hutan.
Namun, Kamis (27/4/2023) mendapat pengumuman dari pemerintah desa (pemdes) bahwa keinginan tersebut ditolak oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik (KLHK)
Dia menilai, jika tidak boleh menggunakan tanah kawasan hutan, warga akan kebingungan mencari lahan pengganti untuk tempat tinggal dan mencari mata pencaharian berupa bercocok tanam dan beternak.
Sementara, nantinya warga akan mendapatkan ganti untung, mereka tidak mau dengan alasan takut tidak bisa mengelola uang dengan baik.
Ditengah gejolak, kabar menyeruak jika Sugianta mundur dari posisi Ketua Forum Masyarakat Ngelo karena dia adalah seorang Pegawai Perhutani.
Namun, kabar ini ditampik Sugianta saat dihubungi melalui sambungan telepon.
Warga lainnya, Agus Setiyani, mengatakan, jika warga harus mendapatkan kepastian terlebih dahulu lokasi pengganti untuk relokasi.
Meski, syarat untuk mengetahui apakah mendapat lokasi pengganti atau ganti untung harus melalui proses aprraisial, pihaknya ngotot tidak mau di aprraisial tanpa ada hitam diatas putih.
Kata Ani, meski dia tahu tekhnis pembebasan lahan bukan ranah pemkab, ya tetap saja bersikukuh meminta kejelasan pada Bupati Bojonegoro agar tetap direlokasi.
Menurut wanita yang juga menjadi perangkat desa di Ngelo ini, tidak apa-apa jika dilakukan bedol desa asal keinginan warga untuk mendapatkan lahan seluas 45 hektar sesuai luas lahan yang terdampak bendungan Karangnongko bisa terpenuhi.
Dari pernyataan itu, (kemungkinan) keinginan warga adalah Bedol Desa atau relokasi di sekitar bendungan. (Padahal, pada rapat Rabu tanggal 17 mei lalu, Bupati Bojonegoro, Anna Mu’awanah tidak menginginkan warga bedol desa. Bupati mengharapkan, warga tetap berada di satu desa yaitu Desa Ngelo, sehingga warga bisa mendapatkan manfaat dan berkah dengan adanya Bendungan Karangnongko).
Wanita berhijab inipun, sempat membeberkan alasan pencabutan patok yang dipasang oleh petugas beberapa waktu lalu. Pencabutan dilakukan karena yang memasang patok bukanlah petugas berwenang, melainkan warga sendiri.
Merasa bingung harus dipasang dimana, akhirnya patok-patok tersebut dikembalikan ke Pemkab dengan menggunakan truck milik salah satu warga.
Pernyataan ini bertolak belakang dengan berita yang beredar, jika pencabutan patok merupakan protes warga karena Bupati Anna marah saat rapat di Pemkab.
Dia menyampaikan, jika warga Ngelo adalah korban dan merasa permintaan kepada pemerintah tidak berlebihan. Paling penting, masyarakat tidak ada yang memprovokasi.
Sementara itu, Kepala Desa Ngelo, Tri Maryono, tidak banyak berkomentar mengenai polemik warganya.
Tentu saja, segala upaya telah dilakukan Pemdes demi berjalannya Proyek Strategis Nasional yang bertahun-tahun telah dinanti. Meski ditentang warga dan perangkat desanya sendiri, namun, Kades Tri Maryono menginginkan solusi terbaik untuk mereka.
Wakil Ketua DPRD Bojonegoro, Sukur Prianto, mengklaim jika dia dicari oleh warga Ngelo dalam polemik ini. Dia menceritakan ihwal keresahan warga yang ingin mendapatkan kejelasan dari Pemkab terkait pengganti lahan.
Warga meminta pendampingan agar Pemkab benar-benar memberikan jaminan berupa relokasi meski proses pembebasan lahan baru dimulai.
Aksi pengawalan dilakukan, mulai dari mendengarkan aspirasi warga, menegur secara lisan BPN dan Pemkab Bojonegoro, sampai ikut mendatangi kantor Pemkab saat dilakukan rapat koordinasi yang semestinya menjadi salah satu kesempatan warga “heart to heart” dengan bupati.
Politisi asal Partai Demokrat ini sempat meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Pemkab untuk dilibatkan saat sosialisasi.
Bahkan menegur mereka melalui sambungan telepon karena dianggap mengabaikan kepentingan warga.
Aksi penolakan warga Desa Ngelo tidak hanya didampingi Sukur Prianto yang merupakan Wakil Ketua DPRD Bojonegoro, namun juga pengacara sekaligus mantan anggota DPRD Bojonegoro, Agus Susanto Rismanto.
Sukur menegaskan, jika bukan dia yang mempromosikan Agus Rismanto menjadi pengacara warga. Pernyataan ini berbeda dengan keterangan Sugianta kepada wartawan suaradesa.co akhir-akhir ini, yang mengatakan jika Agus Susanto Rismanto dikenalkan oleh Sukur. Bahkan, pendampingan dilakukan secara cuma-cuma.
Dari pernyataan Agus Susanto Rismanto di beberapa media, dia menyatakan bahwa penolakan terhadap pemindahan paksa desa adalah hal yang masuk akal. Namun, solusi teknis untuk relokasi warga masih belum tersedia.
Ia menekankan bahwa keinginan warga untuk direlokasi di kawasan hutan merupakan hal yang wajar, tetapi hingga saat ini tidak ada solusi konkret yang disediakan oleh pemerintah.
Bupati Bojonegoro, Anna Mu’awanah, secara tegas meminta kepada warga Desa Ngelo untuk tidak mudah terprovokasi oleh pihak luar sebelum pembebasan lahan terselesaikan karena proses terus berjalan.
Pemkab Bojonegoro akan melakukan pendampingan dan mengawal sampai tuntas.
Bupati meminta agar warga memberikan keleluasaan pada petugas menyelesaikan terlebih dahulu dalam melakukan pengukuran lokasi.
Bupati wanita pertama di Bojonegoro ini juga memaparkan pada warga, mereka bisa memperjuangkan hak-haknya jika proses aprraisial selesai. Semisal, jika luasan lahan yang diukur ternyata tidak sesuai ataupun kendala lainnya. (red)