Dukungan Kepala Desa di Pilkada Bojonegoro 2024: Antara Pengaruh Tersembunyi dan Kampanye Terselubung
Bojonegoro – Mendekati pemilihan kepala daerah (Pilkada) Bojonegoro 2024, isu netralitas pejabat desa kian menghangat. Beberapa kepala desa dikabarkan diam-diam menyatakan dukungan kepada kandidat tertentu, memanfaatkan acara-acara kemasyarakatan untuk menyampaikan pesan politik tersirat. Meski aturan tegas melarang keterlibatan kepala desa dalam politik praktis, celah regulasi membuat kampanye terselubung terus terjadi tanpa penindakan.
Aturan yang Melarang, namun Kampanye Terselubung Terus Terjadi
Aturan tentang netralitas pejabat desa telah ditegaskan dalam berbagai peraturan, mulai dari Undang-Undang Desa hingga Surat Edaran Kemendagri yang melarang kepala desa terlibat dalam kampanye. Dalam Pasal 29 UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, kepala desa dan perangkatnya diwajibkan menjaga netralitas politik dan dilarang secara terang-terangan mendukung pasangan calon. Namun, para pejabat desa tampaknya menemukan cara untuk menyampaikan dukungan melalui cara terselubung.
Laporan terbaru menyebutkan bahwa dalam sebuah acara olahraga di salah satu desa di Kecamatan Kedungadem, kepala desa dan camat setempat menyampaikan pesan yang secara halus mengarahkan dukungan ke salah satu pasangan calon. Meski tidak eksplisit, gaya penyampaian yang “tersirat” ini cukup jelas bagi masyarakat yang hadir, memicu kontroversi di kalangan warga dan pengamat politik lokal.
Celah Hukum Dimanfaatkan, Netralitas di Ujung Tanduk
Modus dukungan terselubung melalui kegiatan sosial ini menjadi perhatian serius.
“Peraturan hanya melarang kampanye terbuka, tapi sayangnya tidak meliputi acara-acara sosial yang bisa dimanfaatkan untuk menyisipkan dukungan politik,” ujar Arif Rahman, seorang pengamat politik Bojonegoro.
Menurutnya, celah aturan ini dimanfaatkan kepala desa untuk memengaruhi pilihan warga tanpa harus melanggar secara terang-terangan.
Banyak acara kemasyarakatan, seperti kegiatan olahraga, kumpul warga, dan pertemuan desa, kini menjadi sarana “kampanye halus.” Bawaslu dan pengawas pilkada lainnya menghadapi tantangan besar karena sulit membuktikan pelanggaran jika dukungan disampaikan dengan cara terselubung.
Dalam beberapa kasus, kepala desa beralasan bahwa mereka hanya menghadiri acara sebagai bentuk kepedulian sosial atau sebagai undangan resmi.
Pengaruh Kepala Desa: Hak Masyarakat Terancam?
Posisi kepala desa yang dekat dengan masyarakat desa menjadikannya tokoh sentral dalam pengambilan keputusan warga, terutama yang berhubungan langsung dengan pelayanan publik. Dukungan tersirat dari kepala desa sering kali dianggap sebagai “rekomendasi” yang perlu diikuti oleh warga, bahkan jika secara pribadi mereka berbeda pendapat.
“Saya dan beberapa warga lain merasa khawatir menyuarakan pilihan yang berbeda karena takut berdampak pada pelayanan,” kata salah satu warga yang tidak mau disebutkan namanya. Seperti yang terjadi di banyak daerah, pengaruh kepala desa dapat mengarahkan pilihan warga, khususnya di desa-desa kecil, di mana akses informasi sering kali terbatas.
Masyarakat Meminta Bawaslu Tindak Tegas Praktik Kampanye Terselubung
Maraknya praktik kampanye terselubung ini menimbulkan permintaan masyarakat agar Bawaslu Bojonegoro lebih aktif memantau acara-acara desa yang berpotensi menjadi sarana kampanye tersembunyi. Netralitas pejabat desa dianggap esensial agar demokrasi dapat berlangsung secara jujur dan transparan.
Pilkada 2024 di Bojonegoro seharusnya menjadi ajang demokrasi yang bebas dari pengaruh tersembunyi pejabat desa. Masyarakat berharap adanya tindakan tegas dari pihak pengawas agar tidak ada lagi pejabat desa yang memanfaatkan jabatan untuk mempengaruhi pilihan warga.
Jika praktik kampanye terselubung dibiarkan, dikhawatirkan hal ini akan merusak integritas pilkada dan menghilangkan hak pilih bebas bagi warga Bojonegoro.(red)