Bojonegoro – Bojonegoro kota yang penuh potensi dan kenangan indah dalam perjalanan hidup saya.
Namun, hari ini saya merasa perlu untuk mengungkapkan ketidakpuasan saya terhadap kondisi kota migas ini.
Khususnya kebersihan jalan-jalan protokol pusat pemerintahan.
Mungkin terdengar seperti kritik seorang generasi muda, tetapi saya yakin kita memiliki hak untuk mendambakan perkembangan yang lebih baik.
Ketika melihat jalan Bojonegoro yang kotor, dipenuhi dengan coretan pilok putih yang seakan menjadi seni jalanan yang tidak diinginkan, saya merasa kesal.
Saya paham bahwa pedagang kaki lima adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan perkotaan, namun apakah tindakan ini benar-benar perlu?
Apakah ketidakpedulian terhadap tatanan kota adalah harga yang harus dibayar?
Bukan hanya masalah estetika yang terganggu, tetapi juga mencerminkan kelalaian, tetapi juga menunjukkan kekurangan perencanaan yang matang. Bojonegoro layak mendapatkan lebih dari sekadar tanda lapak pedagang yang merusak jalan.
Saya yakin pemkab Bojonegoro memiliki kemampuan untuk memberikan alternatif yang lebih baik dan teratur bagi pedagang kaki lima.
Kita perlu tindakan tegas untuk menjaga kota ini tetap bersih, teratur, dan aman.
Kita bisa memberikan solusi yang menghargai kedua belah pihak, sehingga pedagang dapat berjualan tanpa harus merusak jalan yang merupakan aset penting kota ini.
Bojonegoro memiliki potensi pariwisata yang besar, tetapi kondisi jalan yang semakin kotor dan rusak adalah penghambat yang serius.
Bojonegoro adalah tempat yang luar biasa, dan semua piham harus menjaganya agar tetap bersih, teratur, dan memikat bagi semua yang datang ke sini.
Sangat disayangkan, keberadaan pedagang kaki lima yang jualan di car free day kemarin menggoreskan luka di jalan utama. (sus)
Penulis : Susi Rika Rahmawati, warga Desa Mojodeso, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro.