Suaradesa.co, Bojonegoro – Aksi demonstrasi yang dilakukan oleh wali murid dari SDN Sumberejo 3 dan SDN Megale 1 Bojonegoro terkesan bermuatan politik benarkah?
Aksi yang dilakukan oleh para ibu dari siswa-siswi SDN Sumberejo 3 dan SDN Megale 1 ini menunjukkan jika mereka berdemonstrasi.
Tidak hanya menyampaikan aspirasi dengan teriakan kencang beserta sumpah-serapah oleh salah satu perwakilan wali murid, mereka juga menyertakan anak-anak dengan memegang tulisan sebagai aksi protes atas penolakan merger (penggabungan sekolah).
Berbagai masukan dari wali murid telah disampaikan di gedung DPRD, yang ditemui Wakil Ketua DPRD dari Fraksi Demokrat, Sukur Prianto, ditemani anggota Komisi C dari Fraksi Golkar Suprianto.
Seperti yang disampaikan Ketua paguyuban Yulin Arysandi merger terjadi tanpa adanya sosialisasi dan musyawarah kepada para wali murid, dan banyak kejanggalan terkait merger.
Bahkan, ada yang menyampaikan jika sudah terlalu nyaman, jarak sekolah yang dipindah terlalu jauh dari rumah. Salah satu siswa kelas II SD, Putri, bahkan mengatakan jika sekolah yang dipindah itu terlalu jauh.
Dari beberapa media yang memuat-pun menyebutkan jika aksi “emak-emak” ini adalah demonstrasi. Namun, tidak ada pemberitahuan kepada Kepolisian maupun Lembaga DPRD secara resmi.
Lagi-lagi, aksi protes di gedung DPRD hanya ditemui salah satu Wakil Ketua DPRD, Sukur Prianto.
Wakil Ketua DPRD dari Fraksi Golkar Mitro’atin, Tidak Tahu-menahu Aksi Demo
Wakil Ketua DPRD, Mitro’atin, mengakui jika tidak tahu-menahu adanya aksi yang dilakukan oleh ratusan wali murid dari dua Sekolah Dasar tersebut.
Pemberitahuan justru diterima dari Aliansi Peduli Perempuan dan Anak (APPA) Bojonegoro, Nafidatul Himma yang mengatakan demo di DPRD.
Setelah mendapat pesan, Mitro’atin kemudian langsung menuju kantor DPRD. Hanya saja, karena jadwal berbenturan dengan rapat Badan Anggaran dan memimpin rapat, maka Mitro’atin mewakilkan kepada Suprianto.
Dia membantah, jika ada pengkondisian karena menerima aksi demo adalah bagian dari tupoksi wakil rakyat.
Disinggung aksi demo hanya ditemui Sukur Prianto, Mitroatin menjawab jika tidak mengetahui ada demo. Juga, tidak tahu jika pendemo sudah berkomunikasi dengan Sukur Prianto.
Ketua Fraksi PKB, Sutikno, juga menegaskan, jika ada aksi demo dari warga harus ada surat pemberitahuan ke lembaga DPRD melalui sekretariat dewan.
Sementara Ketua DPRD, Abdullah Umar dan Wakil Ketua DPRD, Sahudi, memilih bungkam.
Polres Bojonegoro Tidak Menerima Surat Pemberitahuan Demo
Adanya aksi ratusan wali murid di gedung DPRD Bojonegoro tersebut tanpa pengawalan pihak Kepolisian setempat. Saat dikonfirmasi suaradesa.co, Kasubag Humas Polres Bojonegoro, AKP Supriyanto, mengaku tidak tahu jika ada aksi demo di Gedung DPRD dan kantor Dinas Pendidikan.
Menurut AKP Suprianto, setiap ada aksi demo sudah seharusnya ada surat pemberitahuan ke pihak Polres Bojonegoro.
Hal itu untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan terlebih kericuhan.
Ada Indikasi “Penjegalan” Program Pemkab Bojonegoro Meningkatkan Kualitas Pendidikan
Kepala Dinas Pendidikan Nur Sudjito sebetulnya tidak pernah menghindar terkait permasalahan ini. Terbukti, pada Selasa (4/7/2023) lalu, pihaknya bersama Komisi C yang dihadiri oleh Mochlasin Affan dan Suprianto di ruang Komisi C telah menjawab keluh kesah para wali murid.
Dia menegaskan, jika merger sekolah berfungsi untuk meningkatkan kualitas pendidikan siswa. Sebab, siswa berhak mendapatkan pengajaran oleh guru yang berkualitas dan profesional (ASN). Adapun kebutuhan pendidik di Bojonegoro, baik SD dan SMP sebanyak 7.672 pendidik. Per hari ini, Selasa (4/7/2023) terdapat pendidik 3.633 non kepala sekolah. Sehingga, tenaga pendidik di Bojonegoro masih kurang sebanyak 4.309.
Nur Sudjito menegaskan, jika sosialisasi pasti ada. Contoh konkret saat penerimaan siswa baru pada bulan Maret, telah disampaikan jika sekolah yang akan dimerger sudah tidak menerima siswa baru. Sedangkan terkait jarak, Dinas Pendidikan tidak punya data hal tersebut. Jika dianggap layak atau tidak, SDN Sumberejo 2 layak dimerger dengan SDN Sumberejo 3.

APPA Bantah Aksi Demo, Dalih Berkelit dari Jeratan Hukum?
Pada Pasal 15 UU Nomor 35/2014 yang merupakan perubahan atas UU 3/2002 tentang Perlindungan Anak. Pada pasal 15 UU 35/2014 tersebut disebutkan setiap anak berhak memperoleh perlindungan dan penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa bersenjata, pelibatan dalam kerusuhan sosial, pelibatan dalam peristiwa yang mengandung kekerasan, pelibatan dalam peperangan, dan kejahatan seksual.
Pada video yang diunggah salah satu Ig di Instagram nampak, Ketua Paguyuban Yulin Arysandi berteriak penuh amarah di depan anak-anak sekolah. Berikut kata-kata Wanita berkacamata minus yang diikuti sorak sorai anak-anak dan wali murid lainnya.
“Tapi anda buta! Itu karena kepentingan seorang. Saya sudah paham ini menjelang Pemilu tapi kotor!! menyiksa, membantai pendidikan anak. Ini adalah kelicikan. Tidak mungkin anda diberikan tempat yang layak untuk mendaoatkan kursi terbaik, saya meyakinkan hal itu tidak akan mendapatkan amanah kebaikan di dunia dan akherat”.
Belum jelas kata-kata kasar itu disampaikan kepada siapa, namun sangat tidak pantas dan tidak layak diteriakkan secara vulgar didepan anak-anak yang mereka masih kelas II SD. Bagaimana anak-anak seusia mereka hanya paham bermain dan belajar, namun hari ini dicekok i sesuatu hal tentang urusan orang dewasa.
Perwakilan Aliansi Peduli Perempuan dan Anak (APPA) Bojonegoro, Nafidatul Himma, membantah aksi ratusan wali murid dari SDN Megale dan SDN Sumberejo III yang menyertakan anak-anak adalah merupakan demonstrasi.
Menurutnya, apabila orang tua murid tidak mampu mengetuk hati legislatif maupun eksekutif terkait penolakan merger maka anak-anak boleh untuk menyampaikan aspirasinya sendiri di gedung DPRD.

Wakil Ketua DPRD Sukur Prianto Tampil di Depan
Kehadiran Wakil Ketua DPRD Bojonegoro dari Fraksi Demokrat, Sukur Priyanto ,sudah bisa ditebak sebelumnya.
Bagaimana tidak, seperti biasa, aksi-aksi demo yang berlangsung di DPRD selalu ditemui pria yang juga menjabat sebagai Ketua DPC Partai Demokrat ini.
Pernyataan Sukur terlihat menohok saat menuding Kepala Dinas Pendidikan Nur Sudjito melecehkan DPRD karena tidak hadir di gedung DPRD menjadi pertanyaan. Lalu, bagaimana dengan pertemuan Selasa (4/7/2023) lalu di Komisi C?

Lagi-lagi, Sukur Prianto terkesan “mengeksekusi” permasalahan ini sendiri.
Jika mengundang Dinas Pendidikan hari ini, bagaimana dengan anggota Komisi C lainnya? Apakah cukup diwakilkan oleh Suprianto saja?Anggota Komisi C dari Fraksi Golkar. Sedangkan ada 11 anggota lainnya yang “mungkin” saja tidak tahu atau tidak mau tahu demo tersebut.
Apakah sebuah permasalahan yang dianggap penting bagi pendidikan anak-anak sekolah di SDN Megale 1 dan SDN Sumberejo 3 bisa terselesaikan dalam satu hari saja? Mengapa harus dengan kegaduhan?
Dalam melakukan merger yang menentukan masa depan putra daerah Bojonegoro, tidak mungkin Pemkab Bojonegoro akan gegabah.
Mengapa justru program untuk meningkatkan kualitas pendidikan seakan-akan “dijegal” hanya karena alasan “kenyamanan dan jarak sekolah” saja?
Apakah para wakil rakyat tidak melihat wajah polos anak-anak tersebut? Mereka yang seharusnya kini mendapatkan ilmu dari para guru, justru dicekok i dengan pemandangan ibu mereka yang marah-marah. Wajah polos yang ikut-ikutan berteriak “betul” tanpa tahu arti sebenarnya.
Penulis : Ririn Wedia