Suaradesa.co, Bojonegoro – Banjir bandang yang terus berulang di wilayah selatan Bojonegoro bukan sekadar bencana alam, melainkan alarm keras atas rusaknya ekosistem hutan.
Setiap kali hujan deras mengguyur, air langsung meluap tanpa kendali, menerjang pemukiman, lahan pertanian, hingga fasilitas umum. Ini bukan lagi kejadian insidental, tetapi pola yang terus berulang, mencerminkan kelalaian dalam pengelolaan lingkungan.
Penyebab utama sudah jelas: deforestasi yang tak terkendali. Hutan yang seharusnya menjadi penyerap dan penahan air kini gundul, menghilangkan kemampuan alami tanah untuk menyerap hujan.
Akibatnya, aliran air yang seharusnya meresap perlahan, justru langsung menerjang perkampungan. Kondisi ini semakin diperparah dengan kurangnya upaya mitigasi yang sistematis.
Pemerintah daerah berencana melakukan penghijauan kembali, sebuah langkah yang tentu baik. Namun, solusi ini tak bisa sebatas wacana atau aksi seremonial. Dibutuhkan langkah konkret dan berkelanjutan, mulai dari pengawasan ketat terhadap aktivitas perambahan hutan, program reboisasi yang masif, hingga edukasi kepada masyarakat untuk turut menjaga lingkungan.
Bencana ini seharusnya menjadi pelajaran besar bahwa eksploitasi alam tanpa kendali hanya akan berujung pada penderitaan.
Bojonegoro butuh solusi nyata, bukan sekadar respons reaktif tiap kali banjir datang. Jika tidak ada komitmen serius dalam memperbaiki kondisi lingkungan, bukan tidak mungkin peristiwa ini akan semakin parah di masa depan.(red)