Suaradesa.co (Tuban) – Tergerusnya lahan pertanian akibat alih fungsi lahan jadi perhatian. Terlebih, Kabupaten Tuban akan memperluas wilayah industri dan perkotaan.
PLT Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Tuban Wiwin Risti Kuswati mengatakan, hal tersebut merupakan dilema.
“Pembangunan adalah hal penting, tapi pertanian tak bisa ditinggalkan,” ujarnya.
Kepala Seksi Produksi DPKP Tuban Subrihandoyo mengungkapkan, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk melindungi lahan pertanian.
“Salah satunya melalui kekuatan regulasi dari pusat hingga daerah,” imbuhnya.
Namun, regulasi tersebut belum semuanya selesai.
’’Masih dalam proses,’’ tukasnya.
Jika seluruh regulasi perlindungan lahan pertanian tersebut beres, bisa dipastikan lahan pertanian akan terlindungi.
Perda yang mengatur KP2B menjadi acuan DPKP Tuban membagi tiga kawasan pertanian.
Di antaranya, KP2B “sangat direkomendasikan, dan bersyarat,”imbuhnya.
Tiga kawasan tersebut jika ditotal luasnya diproyeksikan 75.610 hektare.
’’Realisasinya masih menunggu Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) disahkan,’’ tandasnya
Sekarang ini, perda RDTR yang memuat luas wilayah pertanian masih dalam proses. Pada perda RDTR baru, kata Subrihandoyo, menyasar proyeksi pengembangan di beberapa wilayah.
Di antaranya, Kecamatan Tuban, Bancar, Jenu, Rengel, dan Jatirogo.
Dia menambahkan, sebuah lahan sudah masuk dalam LP2B, maka lahan tersebut tak bisa dialihkan untuk keperluan yang lain.
Misalnya bangunan toko, rumah, pabrik, dan bangunan fisik lainnya.
Untuk kompensasi pemilik lahan yang terdampak LP2B pun telah disiapkan. Misalnya, bagi pemilik lahan yang berasumsi, itu sawah milik sendiri kok tidak boleh dibangun rumah.
’’Itu ada insentifnya. Diatur PP Nomor 12 Tahun 2012,’’ pungkasnya.(*Fa)