Bojonegoro – Di Bojonegoro, secangkir kopi tak hanya soal rasa, tapi juga cerita yang tertuang dalam setiap tegukan. Salah satu tradisi minum kopi yang khas adalah kopi kothok, minuman yang tidak hanya unik dalam penyajian, tetapi juga menawarkan pengalaman nostalgia bagi penikmatnya.
Kopi kothok, yang dikenal karena proses pembuatannya yang berbeda dari kopi pada umumnya, menghadirkan kelezatan dari kombinasi bubuk kopi, gula, dan air kelapa yang direbus bersama.
Proses “dikothok” ini menghasilkan rasa yang lebih kaya dan kuat, membuatnya berbeda dari kopi yang hanya diseduh dengan air panas.
Di warung-warung tradisional, seperti Warung Bu Endang di Desa Gayam, kopi kothok disajikan bersama camilan eksotis seperti bekicot dan walang goreng, semakin menambah sensasi tradisional saat menikmatinya.
Bu Endang, pemilik warung di sekitar Blok Cepu, mengisahkan bagaimana kopi kothok menjadi favorit pelanggan, terutama mereka yang bekerja di sekitar lapangan minyak Banyu Urip.
“Kopi kothok ini menjadi pilihan yang pas di sore hari, apalagi sambil duduk di bawah pohon yang teduh. Ada sensasi berbeda saat menikmatinya,” ujarnya dengan semangat.
Menurut Sukardi, salah satu pelanggan setia, sensasi menikmati kopi kothok sembari menikmati udara sore di sekitar Blok Cepu membuatnya selalu rindu untuk mampir ke warung tersebut.
Sementara itu, di Desa Ngraho, Kecamatan Ngraho, kopi kothok disajikan dengan cara yang tak kalah unik. Di sini, kopi kothok sering disebut sebagai “kopi bathok” karena disajikan dalam tempurung kelapa, memberikan kesan klasik dan otentik. Afni, seorang penjual kopi bathok, telah lima tahun menjajakan kopi khas ini.
“Saya pakai air kelapa untuk merebus kopinya, jadi rasanya lebih segar dan berbeda. Apalagi, disajikan dalam bathok, rasanya semakin tradisional,” jelasnya.
Harga secangkir kopi bathok yang terjangkau, hanya sekitar Rp3.000, membuatnya mudah diakses oleh berbagai kalangan. Namun, bagi yang belum terbiasa, kopi kothok bisa terasa sedikit berat di awal, terutama karena kandungan air kelapanya.
Meski begitu, pelanggan yang mencoba umumnya akan kembali lagi untuk menikmati keunikan kopi ini.
Para penikmat kopi kothok datang dari berbagai latar belakang, dari pekerja di sektor minyak hingga masyarakat lokal yang ingin menikmati kehangatan dan kesederhanaan secangkir kopi. Salah satu pembeli, Sukardi, mengaku selalu menyempatkan diri untuk mampir sebelum pulang kerja.
“Ada rasa yang bikin kangen, terutama kalau dinikmati sore hari,” ujarnya.
Di tengah gempuran minuman kopi modern, kopi kothok tetap bertahan sebagai simbol kekayaan budaya dan tradisi lokal Bojonegoro.
Para pelaku UMKM yang menjual kopi ini berharap tradisi kopi kothok dapat terus dilestarikan dan menjadi daya tarik wisata bagi Bojonegoro, sehingga semakin banyak orang yang mengenal dan mencintai kopi khas daerah tersebut.(yo)