Suaradesa.co (Bojonegoro) – Sebanyak tujuh peserta seleksi perangkat desa Kalirejo, Kecamatan Bojonegoro, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, mendatangi DPRD setempat, Kamis (19/11/2020).
Mereka mengadukan sejumlah kejanggalan pelaksanaan tes pengisian Sekretaris Desa (Sekdes) Kalirejo yang berlangsung di MAN 1 Bojonegoro.
Aduan tersebut langsung diterima oleh Ketua Komisi A, Lasmiran, pihaknya berjanji akan menindaklanjuti dugaan kejanggalan-kejanggalan yang disampaikan para peserta.
Komisi dewan yang membidangi masalah hukum dan pemerintahan ini akan melakukan investigasi dan melakukan klarifikasi panitia pengisian perangkar desa.
“Agar kasus seperti ini tidak terjadi di desa lain,” tegasnya.
Tes perangkat desa Kalirejo diikuti 64 peserta. Mereka merebutkan satu kursi Sekdes.
Peserta tes pengisian perangkat desa Kalirejo diterima Ketua Komisi A DPRD Bojonegoro, Lasmiran dan anggotanya, Zulma Dwi Satrio Putra. Juga Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD), Mahmuddin dan jajarannya.
Salah satu peserta, Nurlila, Desa Kalirejo menyampaikan dirinya mewakili 24 peserta yang walk out tidak mengikuti tes kedua yang digelar panitia seleksi tes perangkat desa melalui pihak ketiga.
Nurlila membeberkan 20 poin kejanggalan pelaksanaan tes perangkat desa Kalirejo. Pertama, waktu pelaksanaan tes mundur dari jadwal yang sudah ditentukan yakni, pukul 07.30 Wib sampai pukul 14.30 Wib. Kedua, mundurnya pelaksanaan tes selama 6,5 jam membuat peserta kelelahan menunggu dan tidak fokus ketika ujian berlangsung. Ketiga, ketidak profesionalan pihak ketiga yang membuat soal dalam masalah waktu.
“Mereka datang di lokasi tes pukul 10.00 Wib, sedangkan jadwal tes sudah ditentukan pukul 07.30 Wib,” ujarnya.
Keempat, pemotongan soal dari 100 soal menjadi menjadi 50 soal dan pemotongan waktu dari 90 menit menjadi 60 menit. Kelima tidak adanya kesiapan tim dari pihak ketiga yang tidak paham sistem computer assisted test (CAT).
Keenam, tidak adanya klarifikasi yang jelas tentang mundurnya waktu pelaksanaan ujian. Ketujuh, kurangnya alih informasi mengenai kisi-kisi soal dan sitem penilaian.
“Pihak ketiga pada H-5 menjanjikan memberikan kisi-kisi kepada peserta, tapi tidak dilaksanakan,” bebernya.
Kedelapan, tidak adanya identitas yang menunjukkan asal lembaga pihak ketiga. Kesembilan, input soal tidak hanya dilakukan oleh pihak ketiga, namun ada pihak panitia dan kecamatan yang membantu di komputer peserta sehingga soal tidak seteril lagi.
Kesepuluh, sebelum ujian berlangsung tidak ada penyampaian tata tertib pelaksanaan ujian untuk peserta dan pengawas ujian, sistem penilaian dan bobot soal dari pihak ketiga sesuai yang dijanjikan panitia pengisian perangkat desa. Sebelas, ketika ujian berlangsung ada salah satu peserta yang bertanya dengan rekanan pembuat soal dengan waktu cukup lama.
Selanjutnya, soal yang tidak layak untuk dijadikan parameter ujian. Pada saat ujian berlangsung ada beberapa komputer peserta yang mati dan soal yang sudah dikerjakan jawabannya hilang. Sehingga diberikan kesempatan ujian ulang kedua kalinya dengan jumlah delapan soal dalam waktu delapan menit.
“Waktu yang diberikan ini kan nggak masuk akal,” ucapnya Nurlila.
Kejanggalan lainnya, tidak adanya transparansi sistem penilaian untuk peserta yang melakukan ujian dua kali. Keenambelas, adanya pengurangan waktu di komputer peserta dari 90 menit menjadi 60 menit. Ketujuh belas, di lembar hasil ujian tidak ada validasi dari panitia seleksi maupun pihak ketiga baik kop surat maupun tandatangan.
Kedelapan belas, pada lembar hasil ujian nilai akhir peserta tidak sama dengan nilai yang muncul di komputer masing-masing peserta.
“Anehnya lagi nilai saya di komputer yang awalnya 46, waktu diprint out berubah menjadi 58. Padahal saya tidak mengikuti ujian kedua karena walk out. Terus bisa bertambah itu dari mana,” bebernya.
Kesembilan belas, hasil ujian tidak diumumkan segera setelah ujian selesai. Hasilnya baru diumumkan pukul 20.27 Wib. Poin terakhir, tidak ada penjelasan dari pihak pelaksana terkait masalah di atas. WhatsApp group yang sebelumnya dibuat untuk bakal calon sekdes Kalirejo tiba-tiba dibubarkan oleh salah satu panitia.
“Kami tidak menuntut apa-apa. Kami menyerahkan masalah ini kepada DPRD bagiamana solusi terbaik yang akan diberikan,” pungkasnya.
Kepala Dinas PMD Bojonegoro menyarankan perlu melakukan klarifikasi terhadap panitia pengisian perangkat desa Kalirejo untuk mengetahui kebenaran dari dugaan kejanggalan yang disampaikan. Termasuk sistem yang digunakan pihak ketiga.
“Karena semua kewenangan pengisian perangkat desa ada di tangan panitia,” ujarnya.
Mantan Camat Ngasem itu mengakui jika ada ketidak kesesuaian antara sistem yang dibawa pihak ketiga dengan perangkat komputer di MAN 1, sehingga pelaksanaan tes mundur dari jadwal yang ditentukan.
“Untuk membuktikan dugaan kejanggalan ini bisa dilihat dari history yang ada diserver yang dipakai,” pungkasnya. (*ror)