Bojonegoro – Pasca pertemuan yang digelar oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro bersama perwakilan pedagang Pasar Kota pada Jumat (14/6/2024) di lantai 6 gedung perkantoran Pemkab setempat, belum ada tindak lanjut yang jelas.
Imam (35), salah satu pedagang Pasar Kota, mengungkapkan kegelisahannya terkait keberlanjutan pasar setelah dibubarkannya PD Pasar. Menurutnya, meskipun ada Dinas Perdagangan dan UKM, pedagang merasa seperti “itik kehilangan induk”.
“Walaupun ada Dinas Perdagangan yang menaungi, kami merasa tidak ada yang bertanggung jawab secara langsung atas pasar ini,” ujarnya kepada suaradesa.co pada Kamis (20/6/2024).
Imam menjelaskan bahwa saat ini, hanya paguyuban yang dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab atas keberlangsungan para pedagang. Meskipun terpaksa dan dianggap ilegal, para pedagang tetap membayar iuran bulanan sebesar Rp25.000 kepada paguyuban.
“Saya tidak tahu apakah pedagang lesehan juga diminta membayar iuran, tapi bagi kami yang memiliki bedak dan kios, iuran tersebut wajib kami bayar,” katanya.
Sutomo (40), pedagang lainnya, menambahkan bahwa kebanyakan pedagang kurang memahami kebijakan yang diterapkan oleh Pemkab Bojonegoro. Mereka hanya mengetahui informasi tentang aset pasar yang dimiliki Pemkab dan besaran sewa atau retribusi melalui stiker yang terpampang di pasar.
“Kami agak keberatan dengan jumlah sewa dan retribusi yang harus kami bayar,” tegas Sutomo.
Dia berharap agar Pemkab Bojonegoro dapat memberikan penjelasan langsung kepada para pedagang, bukan melalui perwakilan. Menurutnya, hal ini penting agar tidak terjadi perbedaan pemahaman antara Pemkab dengan para perwakilan pedagang.
“Kami siap mentaati aturan yang berlaku, tetapi kami merasa kurang merasakan kehadiran yang cukup dari Pemkab Bojonegoro, termasuk dari Dinas yang bersangkutan,” pungkasnya.(rin/na)