Suaradesa.co-Ririn W
Bojonegoro-IDFoS Indonesia menggelar acara diskusi tentang pembangunan desa berbasis Sustainable Development Goals (SDGs) atau tujuan pembangunan berkelanjutan.
Acara yang digelar di Adelia Cafe and Resto, Sabtu (15/4/2023) tersebut dihadiri oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Lingkup Pemkab Bojonegoro, perusahaan, media, dan tokoh masyarakat serta pemuda.
Direktur IDFoS Indonesia, Joko Hadi Purnomo mengatakan, di Kabupaten Bojonegoro, semua 17 program prioritas Bojonegoro telah sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan.
Selain itu, adanya program SDGs Desa dari Kemendesa dan PDTT perlu di apresiasi.
Meski demikian, lanjut Joko, terkait kemiskinan di Bojonegoro ada pandangan yang berbeda. Sehingga perlu diukur atau indikator lokal yang dijadikan sebuah kebijakan.
“Ada pertanyaan penting, bagaimana pandangan SDGs ini sebuah tantangan kita semua,”tukasnya.
Dia menyatakan, ada rekomendasi dari IDFoS Indonesia dalam konteks permasalahan SDGs di Bojonegoro diantaranya dalam konteks isue kemiskinan perlu dipertimbangkan indikator-indikator lokal.
“Indikator ini penting, karena bisa jadi kemiskinan di Bojonegoro itu tidak sama dengan kemiskinan di daerah lain. Azasnya adil dalam konteks proporsional kemudian indikator yang merata,”tegasnya.
Selanjutnya, lanjut Joko, banyaknya regulasi tentang pelaksanaan SDGs tapi dinilai kurang efektif. Sehingga, mendorong bisa dilakukan oleh Pemda dengan membentuk tim.
Dia memaparkan, rekomendasi ketiga dianggap penting SDGs pasca infrastruktur untuk memastikan keniscayaan dan kepastian masa depan Bojonegoro.
“Ada empat tujuan SDgs pasca infrastuktur yang pertama adalah soal isu kemiskinan di Bojonegoro, isu pertanian serta ketahanan pangan berkelanjutan, isu cuaca dan pengurangan emisi,”tukasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) sekaligus Ketua Tim Koordinasi SDGs Bojonegoro, Anwar Murtadlo, mengatakan, pembangunan di Bojonegoro bisa dilihat bagaimana hasil 5 tahun untuk jalan kabupaten dan poros desa.
“Dan yang perlu kami tanggapi, terkait Silpa di Bojonegoro beda dengan daerah lain. Karena realisasi belanja 2022, Bojonegoro untuk belanja dan pendapatan sudah 82,86 persen ini sudah cukup baik,”
Kenapa besar, karena DBH Migas meningkat karena harga minyak mentah tinggi dan dana tersebut di transfer pada 31 desember 2022 sehingga tidak bisa digunakan apa-apa dan menjadi Silpa. Pada perkembangannya Pemerintah Pusat menetapkan UU 1 hubungan keuangan pusat dan daerah disalah satu pasalnya disebutkan bahwa silpa ini bisa digunakan untuk dana abadi. Akhirnya Bupati mengambil kebijakan untuk membentuk Dana Abadi.
“Insya Allah, dalam bulan ini PP nya akan disahkan, dan satu-satunya Bupati di Indonesia yang membuat dana abadi di sebuah daerah. Kalau sudah ditetapkan akan digunakan untuk dana pendidikan berkelanjutan,”tandasnya.
Dia mengungkapkan, adanya SDGs ini awalnya Presiden Joko Widodo pada tahun 2015 memiliki mimpi ada 7 item SDGs nasional kemudian ditindaklanjuti dengan berbagai aturan termasuk Pepres no 59 tahun 2017 yang pasalnya salah satunya Gubernur bersama walikota dan bupati membentuk SDGs Desa. Oleh karena itu semua daerah terus menerus menindak lanjuti berbagai tujuan yang ada di SDGs.
“Untuk SDGs Desa, di Bojonegoro ini alhamdulilah desa-desa di Bojonegoro untuk indeks desa membangun nomor satu tingkat nasional. Ada 155 desa yang IDMnya mandiri,”tukasnya.
Tujuan SDGs Desa antara lain alat perencanaan pembangunan desa antara lain berbasis kondisi faktual, kemudian memudahkan intervensi kementrian, lembaga, pemerintah daerah dan swasta untuk mendukung pembangunan desa.
“Komitmen bersama, ADD minimal 10 persen namun di Bojonegoro 12,5 persen. Yang 2,5 persen komitmen bersama dalam menunjang pembangunan daerah seperti jalan, drainase, aladin, jalan lingkungan, rehab ponkesdes, pembangunan gorong-gorong, penguatan BUMDes dan masih banyak lagi,”tandasnya.
Sementara capaian indikator makro selama 5 tahun, untuk pertumbuhan ekonomi non migas meningkat. Kenapa menggunakan non migas, karena ini berdampak langsung pada masyarakat. Namun jika dilihat dengan migas, maka pertumbuhan ekonomi menurun karena lifting migas juga mengalami penurunan.
“Sementara IPM juga meningkat,” tegasnya. (rin)