suaradesa.co (Bojonegoro) – Menekuni kerajinan berbahan Talikur sejak tahun 2017 lalu, warga Desa Sukorejo Kecamatan Bojonegoro ini merasa optimis bahwa dunia kriya bakal mampu bertahan melalui masa pandemi ini.
“Karena ada beberapa kelebihan dari pelaku kriya. Selain dasarnya adalah hobby, kebanyakan pelaku kriya itu berkarya dengan minim karyawan. Bahkan sebagian besar mengerjakan produknya sendiri di rumah,” ujar Eny Fuji Lestari, perajin tas talikur.
Ditanya mengenai tipsnya, wanita yang juga beberapa kali diundang menjadi narasumber pelatihan kriya di desa-desa itu mengatakan, bahwa yang pertama harus diterapkan adalah menularkan pengetahuannya.
“Salah satu yang saya lakukan mungkin agak anti mainstream. Biasanya orang punya resep rahasia, saya justru membagikan tips-tips pembuatan kerajinan tas talikur,” tambahnya.
Eny mengatakan, hal itu dilakukan melalui pelatihan di desa-desa. Baik secara tatap muka ataupun secara online.
“Tujuannya, selain untuk memenuhi kebutuhan pasar, juga agar kriya tas talikur ini juga lebih membumi,” katanya.
Bahkan, saat ini Eny telah memiliki ratusan peserta Workshop Online dari seluruh penjuru negeri.
“Itu juga berkah tersendiri. Karena saat pendemi ini, penjualan semua produk dapat dikatakan sedang anjlok, gantinya ya kelas online tersebut,” ujarnya sambil tersenyum.
Ia menjelaskan, cara mengikuti dan mekanisme untuk dapat bergabung di kelas onlinenya, hanya menggunakan aplikasi whatsapp group saja.
“Ada biaya pengganti kuota dan pembuatan video materinya, kemudian mereka dimasukkan group berdasarkan motif yang dipilih,” ujarnya.
Setelah masuk dalam whatsapp group, kemudian dimulailah kelas onlinenya. Materi melalui chat teks dan video ataupun gambar diberikan, kemudian peserta akan mempraktikkannya.
“Tidak ada batas waktunya, jadi peserta bisa selamanya mendapat pembelajaran dalam group tersebut. Bahkan dalam group tersebut dapat bertukar pasar, ini juga jadi pendapatan tambahan bagi pesertanya,” pungkasnya.(*Tya)