Suaradesa. co (Blora) – Senin siang (25/07/2022) matahari mulai tinggi diatas kepala, waktu telah menunjukkan pukul 10.30 Wib. Terlihat sesosok laki-laki tua memangku dua bocah perempuan dipinggir jalan Raya Randublatung-Cepu, tepatnya di Dukuh Petak Desa Kedungtuban, Kabupaten Blora-Jawa Tengah.
Ia adalah Nyadi, warga dukuh Peting RT. 02/01 Desa Kutukan, Kecamatan Randublatung bersama putri Sulungnya, Citra (10) dan Fitri (5) adiknya.
Mereka tengah beristirahat ditengah perjalanannya menuju Kedungtuban untuk membeli sepatu. Nyadi terpaksa mengajak kedua putrinya jalan kaki karena tidak ada tambahan biaya untuk sekedar naik bus umum.
“Uangnya cuma 50 ribu Mas, rencana untuk membelikan sepatu Citra yang pengen sekolah lagi, ” ujar pria 57 tahun itu.
Dengan meneteskan air mata, Nyadi menceritakan perjalanan hidupnya bersama keluarga kecilnya. Kedua putrinya terpaksa tidak bisa sekolah karena tidak ada biaya untuk sekedar membeli perlengkapan sekolah.
“Mau beli sepatu saja harus nunggu bertahun-tahun, Mas, ” ungkapnya dengan nada lirih.
Dia juga mengaku pernah tertipu oleh bisnis abal-abal.
“Dulu pernah kena tipu, Mas. Uang saya habis, ” ungkap Nyadi sambil bersandar dibawah pohon.
Selain itu, depresi berat yang dialami istrinya akibat kecelakaan di Kalitidu-Jawa Timur 2 tahun lalu, membuat belahan jiwanya itu pergi dari rumah tanpa pamit. Kesedihan Nyadi semakin menjadi karena ditinggal istrinya yang pergi entah kemana.
“Psikologi ibunya anak-anak terganggu. Sebelum puasa kemarin katanya mau belanja bawang putih, tetapi tidak pulang hingga sekarang,” tutur Nyadi.
Hidup bersama kedua putrinya semakin berat, karena dirinya tidak bekerja. Sakit asam urat yang dideritanya membuat tubuhnya kian lemah. Wajahnya yang tirus dan badannya yang kurus tak memungkinkan dia bisa bekerja.
“Makannya ya dari belas kasih tetangga, Mas,” kata Nyadi dengan wajahnya yang pucat.
Akibat ekonomi keluarga yang kekurangan, berakibat Citra dan adiknya Fitri tidak sekolah.
“Meski katanya gratis, tapi untuk perlengkapan lainnya kan tidak punya, Mas,” ucapnya.
“Bagaimana uang sakunya, buku dan kebutuhan lainnya, sedangkan saya tidak bekerja sama sekali,” beber Nyadi dengan terus meneteskan air mata.
Sementara itu, Kades Kutukan, Muradi saat dikonfirmasi wartawan Suaradesa.co membenarkan jika Nyadi adalah warga desa.
Saat ini Nyadi juga tercatat sebagai penerima BLT-DD.
Terkait persoalan kedua putri Nyadi yang tidak sekolah, Muradi tidak bisa berkomentar banyak.
“Setahu saya memang tidak sekolah, tetapi sudah pernah didatangi oleh beberapa sekolah dasar untuk bisa bersekolah kembali, tetapi endingnya tetap tidak berangkat ke sekolah. Mungkin ada persoalan intern keluarga, Mas,” katanya.
“Coba dibujuk, Mas. Kalau mau sekolah nanti akan saya bantu perlengkapannya, ” pungkas sang kades. (han)