Kabar Desa

Proyek Jalan Desa Rp48 Juta Tuai Kritik, Warga Pertanyakan Kualitas dan Transparansi Anggaran

×

Proyek Jalan Desa Rp48 Juta Tuai Kritik, Warga Pertanyakan Kualitas dan Transparansi Anggaran

Sebarkan artikel ini

Suaradesa.co, Bojonegoro – Pembangunan Jalan Usaha Tani (JUT) di Dusun Bahoro, Desa Sumberharjo, Kecamatan Sumberrejo, Bojonegoro, menjadi bahan perbincangan hangat.

Proyek sepanjang 300 meter dengan lebar 1,5 meter itu dibiayai dari Dana Desa 2025 senilai Rp48,37 juta. Namun, alih-alih mendapat apresiasi, hasil pembangunan justru menuai kritik karena dinilai belum maksimal.

Sejumlah masyarakat setempat mempertanyakan ketebalan material yang terlihat tipis dan permukaan jalan yang dinilai belum merata, ditambah foto-foto yang beredar di media sosial menunjukkan kondisi jalan yang dianggap tidak sebanding dengan anggaran yang tercantum dalam papan informasi proyek.

Kritik tidak berhenti pada kualitas fisik. Warganet juga menyoroti transparansi penggunaan dana.

Beberapa di antaranya meminta pemerintah desa memberikan penjelasan lebih terbuka mengenai rincian anggaran serta metode pengerjaan proyek tersebut.

“Kalau anggarannya puluhan juta, kenapa hasilnya begini? Kamj butuh kejelasan,” ungkap Sutarman, warga setempat.

Proyek ini semakin menjadi tanda tanya tentang pengawasan dana desa yang sering kali dinilai kurang ketat.

Masyarakat berharap pemerintah desa tidak hanya menjalankan pembangunan secara administratif, tetapi juga memastikan kualitas pengerjaan agar manfaatnya benar-benar dirasakan petani.

Menanggapi polemik tersebut, pengamat kebijakan publik dan tata kelola desa, Arif Santosa, menilai bahwa kritik warganet adalah sinyal bahwa pengawasan masyarakat terhadap dana desa semakin kuat.

Menurutnya, pemerintah desa tidak boleh memandang remeh keluhan semacam ini.

“Jika masyarakat menilai kualitas jalan tipis dan tidak merata, pemerintah desa wajib membuka dokumen RAB dan foto progress pembangunan. Audit teknis perlu dilakukan oleh pendamping desa atau inspektorat agar semuanya jelas,” ujarnya.

Arif menambahkan, pola komunikasi pemerintah desa sering kali menjadi akar masalah. Minimnya sosialisasi soal standar teknis proyek, ketebalan material, dan biaya operasional sering membuat publik salah paham.

“Kalau pemerintah desa transparan sejak awal, mistrust seperti ini tidak akan muncul. Publik sekarang lebih kritis dan itu positif. Pemerintah desa harus menyesuaikan diri dengan tuntutan keterbukaan informasi,” tegasnya.

Hingga kini, pihak Pemerintah Desa Sumberharjo belum memberikan klarifikasi terkait hal tersebut.

Warga pun menunggu respons yang dapat menjawab keraguan publik dan memastikan tidak ada penyimpangan dalam penggunaan dana desa.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa proyek kecil sekalipun harus dikerjakan dengan standar yang baik, terutama ketika bersumber dari dana publik yang wajib dipertanggungjawabkan secara transparan.