Kabar Desa

Petani Desa Sudu Hemat Pengeluaran dengan Lumbung Pangan Hidup: Solusi Mandiri di Tengah Ancaman Gagal Panen

×

Petani Desa Sudu Hemat Pengeluaran dengan Lumbung Pangan Hidup: Solusi Mandiri di Tengah Ancaman Gagal Panen

Sebarkan artikel ini

Suaradesa.co, Bojonegoro – Cuaca tak menentu yang melanda Bojonegoro sejak pertengahan Juni 2025 menyebabkan kekhawatiran baru di kalangan petani. Meskipun seharusnya telah memasuki musim kemarau, hujan masih sering turun.

Dampaknya, serangan hama dan penyakit meningkat dan berpotensi menyebabkan gagal panen. Di tengah situasi ini, para petani di Desa Sudu, Kecamatan Gayam, justru menunjukkan inovasi sederhana yang berdampak besar: Lumbung Pangan Hidup.

Konsep lumbung pangan hidup mulai diterapkan sejak tahun 2024 oleh kelompok tani Desa Sudu. Dipelopori oleh Suwito, Ketua Kelompok Tani Sudu, mereka memanfaatkan pekarangan rumah sebagai ladang mini untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga.

Suwito membuat lima guludan dari kayu lapuk dan seresah daun, kemudian menanami berbagai komoditas yang disesuaikan dengan selera makan keluarganya.

 

“Karena keluarga saya suka sambal, saya tanam cabe, tomat, dan bawang merah. Untuk sayur, saya tanam kangkung, daun singkong, dan pare,” jelas Suwito saat ditemui dalam kegiatan monitoring SKK Migas bersama ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) pada 19 Juni 2025.

Menurut Devi Wahyuningtyas, Program Officer dari Yayasan Daun Bendera Nusantara, tujuan dari Lumbung Pangan Hidup adalah untuk mencukupi kebutuhan nutrisi keluarga petani secara mandiri.

“Saat penghasilan menurun akibat gagal panen, pangan keluarga tetap aman karena sudah tersedia di pekarangan rumah,” katanya.

Lebih dari sekadar menanam sayur, Lumbung Pangan Hidup diintegrasikan dengan peternakan dan perikanan dalam konsep pertanian terpadu (integrated farming). Suwito, misalnya, juga memelihara ayam KUB dan budidaya maggot. Sisa makanan dan sampah organik dari rumah tangga serta sekolah menjadi pakan ternak, sekaligus mengurangi limbah.

“Sekarang pengeluaran jadi hemat. Tidak perlu belanja sayur tiap hari, bahkan saya lebih rajin mengumpulkan limbah organik untuk pakan ayam dan maggot,” ujar Suwito.

Program ini merupakan bagian dari kegiatan Sekolah Lapang yang digagas EMCL bersama FIELD Indonesia, dan kini mulai diterapkan oleh petani lainnya di Desa Sudu. SKK Migas melihat inisiatif ini sebagai langkah nyata meningkatkan ketahanan pangan di tingkat keluarga.

“Di tengah ketidakpastian iklim dan naik-turunnya hasil pertanian, model Lumbung Pangan Hidup seperti ini sangat penting. Ini adalah bentuk adaptasi yang cerdas,” tegas Pak Kiki, perwakilan dari SKK Migas.

Dengan memanfaatkan lahan terbatas dan sumber daya lokal, petani Desa Sudu membuktikan bahwa ketahanan pangan dapat dibangun dari rumah sendiri. Sebuah contoh sederhana, namun menginspirasi.(red)