Suaradesa.co (Bojonegoro) – Kompos merupakan salah satu jenis pupuk organik yang sudah ada sejak lama. Pengertian kompos adalah bahan-bahan organik yang sudah mengalami proses pelapukan karena terjadi interaksi antara mikroorganisme atau bakteri pembusuk yang bekerja di dalam bahan organik tersebut.
Bahan organik yang dimaksud pada pengertian kompos adalah rumput, jerami, sisa ranting dan dahan, kotoran hewan, bunga yang rontok, air kencing hewan ternak, serta bahan organik lainnya. Semua bahan organik tersebut akan mengalami pelapukan yang diakibatkan oleh mikroorganisme yang tumbuh subur pada lingkungan lembap dan basah.
Pada dasarnya, proses pelapukan ini merupakan proses alamiah yang biasa terjadi di alam. Namun, proses pelapukan secara alami ini berlangsung dalam jangka waktu yang sangat lama, bahkan bisa mencapai puluhan tahun. Untuk mempersingkat proses pelapukan, diperlukan adanya bantuan dari manusia. Jika proses pengomposan dilakukan dengan benar, proses haya berlangsung selama 2 minggu saja tidak sampai berbulan-bulan.
Pemuda asal Kecamatan Ngasem, yakni Ahmad arif (33) warga Dusun Ngembak, Desa Setren, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro berhasil membuat dan menjual pupuk organik dari kotoran sapi.
“Dengan alat sederhana, alhamdulilah saya bisa membuat pupuk organik, walaupun kapasitasnya masih sedikit,” ujarnya saat di temui di rumahnya.
Dia menjelaskan, pupuk organik ini juga berguna untuk meningkatkan daya ikat tanah terhadap air sehingga dapat menyimpan air tanah lebih lama. Ketersediaan air di dalam tanah dapat mencegah lapisan kering pada tanah. Penggunaan organik bermanfaat untuk menjaga kesehatan akar serta membuat akar tanaman mudah tumbuh.
Keuntungan yang diberikan pupuk organik tidak hanya untuk saat ini, tetapi untuk jangka panjang hingga berpuluh-puluh tahun kemudian. Saat ini sudah banyak masyarakat yang mulai beralih untuk menggunakan pupuk organik, salah satunya adalah fermentasi kotoran hewan. Karena menggunakan bahan organik yang sudah dianggap sampah, harga pupuk organik pun relatif murah.
“Kotoran sapi yang ada tidak saya buang tapi saya manfaatkan menjadi pupuk kandang dengan ditambah abu sekam padi dan serbuk kayu, setiap minggu saya bisa memproduksi sekitar 1 kwintal pupuk kandang,” katanya.
Dia mengaku, tidak ada kendala dalam pembuatan pupuk organik ini, akan tetapi kendalanya ada dalam pemasarannya, sehingga dia bekerja sama dengan para riseler yang lebih mahir dalam penjualan pupuk tersebut. (Sya)