Suaradesa.co, Bojonegoro – Sejumlah jembatan yang dibangun di wilayah Kecamatan Trucuk, Kabupaten Bojonegoro, menuai tanda tanya warga.
Pasalnya, jembatan-jembatan tersebut berdiri di atas lahan persawahan tanpa terlihat adanya aliran sungai, kali, maupun saluran air aktif.
Ironisnya, jarak antarjembatan terbilang berdekatan.
Pantauan di lapangan menunjukkan, di beberapa titik, jembatan hanya menghubungkan badan jalan dengan hamparan sawah di sisi kanan dan kiri.
Tidak tampak parit, gorong-gorong, atau saluran drainase yang lazim menjadi fungsi utama jembatan.
Kondisi ini memicu dugaan adanya perencanaan yang tidak berbasis kebutuhan riil di lapangan.
Salah satu warga setempat yang enggan disebutkan namanya mengaku heran dengan keberadaan jembatan tersebut.
Ia mewanti-wanti identitasnya tidak ditulis karena khawatir menimbulkan persoalan.
“Kalau dilihat, tidak ada kalinya. Dari dulu ya sawah saja. Kalau hujan memang ada air lewat, tapi tidak sampai perlu jembatan sebanyak itu dan jaraknya dekat-dekat,” ujarnya.
Warga tersebut menilai pembangunan jembatan terkesan dipaksakan dan tidak sebanding dengan manfaat yang dirasakan masyarakat.
Menurutnya, masih banyak kebutuhan desa yang lebih mendesak, seperti perbaikan jalan rusak dan saluran irigasi pertanian yang belum tertata dengan baik.
“Kalau cuma formalitas proyek, ya warga jelas bertanya-tanya,” tambahnya.
Fenomena ini membuka ruang evaluasi terhadap pola perencanaan infrastruktur di wilayah pedesaan.
Pembangunan jembatan tanpa alur air yang jelas dinilai berpotensi menjadi infrastruktur mubazir, sekaligus mencerminkan lemahnya kajian teknis dan minimnya partisipasi warga dalam proses perencanaan pembangunan.
Hingga berita ini ditulis, belum ada keterangan resmi dari instansi terkait mengenai dasar perencanaan pembangunan jembatan-jembatan tersebut, termasuk fungsi teknis dan urgensinya bagi masyarakat Trucuk.(rin/him)







