Kabar Desa

Dana Desa dan Masa Jabatan Kades: Demokrasi di Tingkat Desa Terancam?

×

Dana Desa dan Masa Jabatan Kades: Demokrasi di Tingkat Desa Terancam?

Sebarkan artikel ini
Dana Desa dan Masa Jabatan Kades: Demokrasi di Tingkat Desa Terancam?
Dana Desa dan Masa Jabatan Kades: Demokrasi di Tingkat Desa Terancam?

Suaradesa.co, Bojonegoro — Sepuluh tahun sudah Dana Desa mengalir ke pelosok negeri sejak digulirkannya pada 2015 melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dana ini menjadi simbol rekognisi negara atas hak asal-usul desa, sekaligus penggerak utama pembangunan infrastruktur pedesaan. Jalan, jembatan, hingga balai desa kini berdiri di berbagai pelosok nusantara.

Namun di balik geliat pembangunan fisik tersebut, muncul kekhawatiran serius terhadap masa depan demokrasi desa. Dosen Hukum Tata Negara, Alan BayuAji, mengingatkan bahwa desa saat ini tengah menghadapi tekanan politik yang berbahaya.

“Banyak kepala desa terseret kasus korupsi Dana Desa, dan tak jarang digunakan sebagai alat tekan politik oleh kekuasaan,” tulisnya dalam sebuah artikel opini di Kompasiana.

Baca Juga :  Kepala Desa Wajib Tahu! Ini Aturan Terbaru Penggunaan Dana Desa 2025

Menurut Alan, dalam momentum Pemilu 2024 lalu, tekanan ini terlihat lebih nyata. Kepala desa dimobilisasi untuk mendukung kandidat tertentu dan diarahkan untuk memengaruhi pilihan warga.

Netralitas yang seharusnya menjadi prinsip utama dalam kepemimpinan desa justru kian tergerus.

Relasi kuasa antara kepala desa dan masyarakat desa sangatlah erat. Kepala desa bukan sekadar pemimpin administratif, tapi juga tokoh sosial yang memiliki pengaruh besar. Ketika posisi ini ditekan oleh kekuasaan di tingkat pusat, suara masyarakat desa pun ikut terbungkam.

Kondisi ini diperparah oleh revisi terbaru UU Desa yang memperpanjang masa jabatan kepala desa dari enam menjadi delapan tahun per periode. Meski disebut demi stabilitas, perpanjangan ini dikhawatirkan membuka celah lebih lebar terhadap penyalahgunaan kekuasaan tanpa adanya mekanisme pengawasan dan evaluasi yang memadai.

Baca Juga :  Kepala Desa Wajib Tahu! Ini Aturan Terbaru Penggunaan Dana Desa 2025

“Desa adalah entitas sosial dan politik yang bahkan lebih tua dari negara. Mengontrol desa demi kekuasaan politik sesaat adalah bentuk pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi,” tegas Alan.

Ia mengajak semua pihak, terutama pemerintah, untuk kembali pada semangat rekognisi desa. Kepala desa, katanya, seharusnya menjadi pelindung hak-hak politik warga, bukan alat kekuasaan semata.

Tanpa demokrasi yang sehat di tingkat desa, cita-cita demokrasi Indonesia secara keseluruhan akan selalu rapuh.(red)