Suaradesa.co, Bojonegoro – Kasus dugaan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Drokilo, Kecamatan Kedungadem, yang kini telah naik ke tahap penyidikan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro, menjadi sinyal keras terhadap lemahnya akuntabilitas pengelolaan keuangan desa.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Bojonegoro, Reza Aditya Wardana, menyebut bahwa indikasi penyimpangan dalam tiga tahun anggaran—2021, 2022, dan 2024—menunjukkan pola pengelolaan yang patut dipertanyakan.
“Dari hasil penyelidikan, kami menemukan cukup bukti untuk meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan,” ujar Reza.
Temuan awal menunjukkan potensi kerugian negara yang mencapai lebih dari Rp600 juta. Meski belum ada penetapan tersangka, Kejaksaan menegaskan bahwa proses pendalaman kasus akan terus dilakukan guna memastikan pertanggungjawaban hukum bagi pihak-pihak terkait.
Desa Lain Harus Waspada
Kasus ini menjadi cermin buruknya sistem pengawasan internal di level desa. Dengan masifnya alokasi Dana Desa dari pemerintah pusat setiap tahunnya, transparansi dan pelaporan menjadi mutlak. Namun kenyataannya, masih banyak desa yang lemah dalam tata kelola dan dokumentasi.
“Ini bukan hanya soal Drokilo. Kasus ini bisa menjadi contoh bagi desa lain agar segera berbenah, terutama dalam pelaporan SPJ (Surat Pertanggungjawaban),” ujar salah satu aktivis pemantau anggaran, Sutopo, saat dimintai komentar.
Ia menilai, lemahnya peran BPD (Badan Permusyawaratan Desa) dan minimnya pengawasan masyarakat membuat ruang penyimpangan terbuka lebar.
Kades Akui Pernah Dipanggil
Kepala Desa Drokilo, Sutrisno, membenarkan bahwa dirinya bersama perangkat desa lainnya telah dipanggil oleh pihak Kejaksaan. Termasuk bendahara desa yang diminta menyerahkan dokumen keuangan.
Meski enggan berkomentar lebih jauh, kehadiran pihak desa dalam penyidikan menandakan bahwa aparat penegak hukum serius dalam mengusut penggunaan dana publik di tingkat akar rumput.
Catatan untuk Bojonegoro
Sebagai kabupaten dengan alokasi Dana Desa terbesar di Jawa Timur, Bojonegoro dihadapkan pada tantangan besar dalam memastikan setiap rupiah yang dikucurkan benar-benar digunakan untuk kepentingan rakyat.
“Kalau tidak ada transparansi dan partisipasi warga, desa bisa jadi ladang subur praktik korupsi,” tutup Reza.
Peningkatan status perkara ini menjadi pengingat penting: pengelolaan dana desa tak hanya soal pembangunan fisik, tapi juga tentang kejujuran, tanggung jawab, dan integritas.(red)