Suaradesa.co (Bojonegoro) – Sejak Tahun Ajaran Baru 2020/2021 dimulai, kegiatan belajar mengajar masih harus secara daring, belum ada tatap muka. Sekolah secara online, membuat orang tua murid harus mengikuti aturan yang berlaku.
Orang tua mau tidak mau harus mempersiapkan peralatannya, seperti laptop, handphone, pulsa atau paket internet sehingga menambah jumlah pengeluaran.
Tidak semua orang tua murid mampu menanggung biaya sekolah virtual. Salah satunya Marni (37), yang anaknya duduk di kelas V SD. Dia mengaku tidak memiliki biaya untuk membelikan putrinya handphone seharga Rp2 juta untuk mendukung belajar daring.
Selain terbebani biaya, juga tidak ada waktu karena harus bekerja dari pagi sampai sore sebagai buruh tani. Suaminya, Karno (40) hanya serabutan sebagai tukang becak atau bangunan jika dibutuhkan.
Selain tidak memiliki handphone yang memadai, juga tidak bisa memahami apa yang harus dipelajari anaknya dari sekolah.
“Kalau dipikir malah bikin kepala pusing, bapaknya saja kerja serabutan. Hp cuma satu dibuat gantian. Layarnya juga pecah,”ujarnya sambil menyeringai.
Namun, wanita berkulit putih ini mengaku tidak putus asa. Dia berusaha memberi pelajaran anaknya sesuai ilmu yang dimilikinya dulu.
“Ya tak ajarin sendiri dirumah sebisanya. Yang penting ngajinya nomor satu,” tegasnya.
Tidak hanya mengaji, tapi juga, anak perempuannya ini diikutkan kegiatan yang lain seperti pencak silat dan berenang meski di sungai kecil. Sehingga kegiatan sang anak tidak hanya bermain saja.
“Saya ikutkan pencak silat juga, kadang kalau saya libur tak ajak di rumah neneknya. Disana ada sungai kecil, bisa berenang sepuasnya,”imbuhnya.
Marni berharap, Pandemi segera berakhir dan kegiatan sekolah kembali normal. Tidak ada lagi pelajaran daring atau online yang membuatnya semakin bingung mendampingi anak satu-satunya. (*Tya)