Bojonegoro — Warga Palestina di Jalur Gaza menghadapi situasi yang semakin mencekam pada Minggu, 25 Agustus 2024, ketika mereka dipaksa untuk mengevakuasi Rumah Sakit Al Aqsa di wilayah timur Deir al-Balah.
Perintah evakuasi ini datang setelah militer Israel menginstruksikan warga untuk meninggalkan daerah tersebut, yang sebelumnya disebut sebagai “area kemanusiaan” oleh juru bicara militer Israel, Avichay Adraee.
Pasien dan korban luka-luka terpaksa meninggalkan rumah sakit dalam kondisi memprihatinkan. Mereka diusir dalam keadaan telanjang kaki, menggunakan kursi roda, atau didorong di atas tempat tidur rumah sakit.
“Kami sakit, kemana kami harus pergi? Hidup di sini tidak layak. Kami seperti mayat hidup,” ungkap Um Mohamed, salah satu pasien yang mengalami patah kaki.
Situasi ini menambah penderitaan warga Palestina, yang sudah berbulan-bulan tinggal di pengungsian. Maha al-Sersek, yang telah berpindah dari satu tenda ke tenda lain selama sembilan bulan terakhir, mengungkapkan keputusasaannya.
“Selamatkanlah kami. Kami sudah lelah,” katanya, menggambarkan kekagetannya saat mereka kembali diperintahkan untuk mengungsi.
Iyad al-Jabri, Kepala Rumah Sakit Al Aqsa, mengungkapkan keprihatinannya terhadap para pasien yang membutuhkan perawatan medis. Evakuasi ini membuat rumah sakit tidak lagi mampu memberikan layanan medis yang sangat dibutuhkan.
“Kami mendesak dunia internasional untuk segera bertindak melindungi Rumah Sakit Al Aqsa, satu-satunya rumah sakit yang masih berfungsi di area ini,” tegas al-Jabri.
Sementara itu, upaya perundingan gencatan senjata yang telah berlangsung selama berbulan-bulan terus menemui jalan buntu. Kesepakatan untuk mengakhiri konflik di Gaza dan membebaskan sisa sandera yang masih ditahan belum juga tercapai.
Konflik yang berkepanjangan ini terus menimbulkan krisis kemanusiaan di Jalur Gaza, dengan warga sipil menjadi korban utama dari situasi yang semakin tak terkendali. (red)
Sumber: middle east monitor







