Mojodelik Jadi Potret Ketimpangan: Kaya Sumber Daya, Miskin Lapangan Kerja
Suaradesa.co, Bojonegoro – Teguran Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro terkait dana mengendap senilai Rp3 triliun, bukan hanya menjadi catatan soal tata kelola anggaran, tetapi juga menggambarkan kontras nyata di lapangan—khususnya di wilayah sekitar eksplorasi migas seperti Desa Mojodelik.
Desa Mojodelik, yang merupakan ring 1 dari aktivitas migas Blok Cepu dan berdekatan dengan fasilitas ExxonMobil, justru menjadi contoh nyata tingginya tingkat pengangguran di tengah limpahan kekayaan sumber daya alam.
“Kami sudah lama menunggu perubahan. Tapi sampai sekarang, anak-anak muda di Mojodelik masih banyak yang nganggur, padahal tiap hari truk dan alat berat lewat depan rumah kami,” kata Wawan (26), warga Mojodelik yang sudah dua tahun lulus SMA namun belum mendapat pekerjaan tetap.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Pemerintah Desa Mojodelik dan beberapa lembaga pendamping masyarakat, tingkat pengangguran terbuka di desa tersebut mencapai lebih dari 15 persen dari total angkatan kerja, jauh di atas rata-rata kabupaten.
Sebagian besar warga hanya mendapat pekerjaan serabutan, dan sedikit sekali yang terserap langsung di industri migas.
Hal ini menimbulkan paradoks: di satu sisi, Bojonegoro dikenal sebagai salah satu daerah penghasil migas terbesar di Indonesia dengan Dana Bagi Hasil (DBH) yang besar; namun di sisi lain, masyarakat yang tinggal paling dekat dengan pusat eksploitasi justru tidak merasakan kemakmuran yang seharusnya menyertai aktivitas ekstraktif tersebut.
Menkeu Purbaya dalam rapat koordinasi di Kemendagri pada Senin (20/10/2025) menegaskan bahwa pemerintah daerah seperti Bojonegoro seharusnya mengoptimalkan anggaran untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bukan malah menimbunnya.
“Bojonegoro itu daerah migas, ya makmurkan dulu penduduk di situ. Pemda bukan tempat nabung. Uangnya harus digelontorkan untuk pertumbuhan ekonomi,” ujar Purbaya.
Ia menyoroti bahwa dari total APBD Bojonegoro 2024 sebesar Rp8,2 triliun, realisasi belanjanya hanya sekitar 79 persen, sehingga menyisakan anggaran mengendap senilai Rp3 triliun.
Dana ini, jika digunakan dengan tepat, diyakini dapat menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan keterampilan tenaga lokal, hingga memperkuat infrastruktur desa-desa ring 1 migas.
Warga Mojodelik berharap pemerintah tidak hanya menjadikan mereka sebagai penonton dari industri yang seharusnya mengangkat ekonomi lokal.
Mereka meminta pelatihan kerja yang nyata, program padat karya, serta prioritas dalam rekrutmen tenaga kerja oleh perusahaan migas maupun kontraktornya.
Kepala Desa Mojodelik, Yuntik Rahayu, mengaku jika pengangguran di desanya hanya sedikit namun diklarifikasi jika jumlahnya mencapai ratusan.
Saat disinggung pelatihan untuk warganya, Yuntik mengaku jika sudah ada Balai Latihan Kerja (BLK).
“Sudah ada BLK,”pungkasnya.(rin/him)









