Suaradesa.co, Tuban – Sanksi yang dijatuhkan Pertamina kepada SPBU 53.623.25 di Kecamatan Singgahan, Tuban, akibat pelanggaran distribusi biosolar, memunculkan persoalan baru: masyarakat di wilayah pedalaman kesulitan memperoleh BBM subsidi untuk kebutuhan harian.
Penghentian pasokan biosolar selama satu bulan penuh—dari 25 April hingga 24 Mei 2025—tidak hanya menjadi hukuman administratif bagi pengelola SPBU, namun turut berdampak nyata pada masyarakat sekitar yang menggantungkan bahan bakar ini untuk aktivitas pertanian dan transportasi.
“Biasanya beli biosolar di SPBU itu buat traktor dan mesin diesel, sekarang terpaksa beli di tempat lain, lebih jauh dan mahal,” ujar Prayitno, seorang petani yang sehari-hari membutuhkan biosolar untuk menggarap sawah.
SPBU 53.623.25, yang sebelumnya menjadi titik utama distribusi biosolar di kawasan barat Tuban, tercatat melakukan pelanggaran berupa penimbunan, penyalahgunaan QR code, dan praktik pelangsiran—semua hal yang bertentangan dengan prinsip distribusi BBM subsidi yang berkeadilan.
Area Manager Communication Relation and CSR Pertamina Jatimbalinus, Ahad Rahedi, menyatakan bahwa sanksi ini bertujuan memberi efek jera.
Namun ia juga mengingatkan bahwa SPBU lainnya harus menjaga integritas distribusi BBM subsidi demi kepentingan masyarakat luas.
Di sisi lain, beberapa warga berharap agar Pertamina menyediakan alternatif distribusi selama masa sanksi berlangsung, agar kebutuhan energi masyarakat tetap terpenuhi tanpa harus mencari ke luar kecamatan.
Dengan hanya satu SPBU yang disanksi sejauh ini, kasus ini menjadi peringatan keras bagi seluruh lembaga penyalur BBM agar tidak menyalahgunakan fasilitas subsidi, yang notabene disediakan untuk rakyat kecil.(red)