Ekonomi

Bojonegoro Siap Hadapi Puncak Musim Panen dengan Kerja Sama Strategis

274
×

Bojonegoro Siap Hadapi Puncak Musim Panen dengan Kerja Sama Strategis

Sebarkan artikel ini
Bojonegoro Siap Hadapi Puncak Musim Panen dengan Kerja Sama Strategis
Bojonegoro Siap Hadapi Puncak Musim Panen dengan Kerja Sama Strategis

Bojonegoro – Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Bojonegoro, Helmy Elisabeth, mengungkapkan bahwa pada tahun 2024, belum ada nota kesepahaman (MoU) yang terjalin antara petani dan Perum Bulog terkait penjualan hasil panen. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan permodalan poktan/gapoktan untuk membeli hasil panen dari petani.

Untuk mengatasi tantangan ini, Helmi menyarankan agar kerjasama antara petani dan Bulog dapat difasilitasi melalui perbankan.

“Mungkin perlu dilink kan dengan perbankan juga,” ujar Helmi, Selasa (21/1).

Sebagai langkah persiapan menjelang puncak musim panen yang diperkirakan akan terjadi pada bulan Maret dan April 2024, DKPP Bojonegoro berencana mengundang kembali pihak terkait pada awal Februari 2024 untuk membahas strategi penanganan surplus produksi beras.

Baca Juga :  Mitroatin : Harus Ada Tindak Lanjut Dari Instruksi Gubernur Untuk Petani di Bojonegoro

Menurut proyeksi, pada bulan Maret 2024, luas lahan tanam di Bojonegoro mencapai 22.740 hektar dengan produksi gabah diperkirakan mencapai 134.848 ton, setara dengan 79.066 ton beras. Pada bulan April 2024, luas lahan yang digarap diperkirakan bertambah menjadi 39.418 hektar, dengan produksi gabah mencapai 233.748 ton atau setara dengan 139.491 ton beras.

Sementara itu, kebutuhan rata-rata konsumsi beras masyarakat Bojonegoro hanya sebesar 10.986 ton per bulan.

Baca Juga :  Tahun ini, Pemkab Bojonegoro Tuntaskan Program KPM Di Kecamatan Kalitidu

Untuk memastikan distribusi yang optimal dan menghindari surplus beras keluar daerah, Helmi menekankan pentingnya pengelolaan distribusi yang baik.

“Selain itu, agar produksi beras tersebut tidak habis terdistribusi keluar daerah,” tambahnya.

Dengan kerjasama yang solid antara petani, Bulog, dan perbankan serta adanya kebijakab pemerintah pusat untuk menaikkan HPP gabah dari Rp. 6.000 menjadi Rp 6.500 diharapkan surplus produksi beras ini dapat dimanfaatkan untuk menjaga stabilitas harga beras, menurunkan tingkat inflasi, serta meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat secara keseluruhan.(red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *