Situbondo – Perjalanan politik bukan sekadar tentang janji-janji, namun juga bagaimana pemimpin memaknai hidupnya. Hal inilah yang tampak dari kunjungan spiritual Calon Bupati Bojonegoro, Teguh Haryono, saat sowan ke maqbaroh KHR As’ad Syamsul Arifin di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo.
Bagi Teguh, ajaran Nahdlatul Ulama yang diwariskan oleh KHR As’ad Syamsul Arifin menjadi inspirasi dalam menentukan arah politiknya.
Mendapatkan Restu dari Ulama
Dalam kunjungannya, Teguh disambut oleh oleh keluarga pondok Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Lora H. Bisma Muhammad Normansyah. Sekaligus penyambung lidah KHR Moh. Cholil As’ad.
Pesan dari KHR Moh. Cholil As’ad diantaranya untuk menggunakan waktu sebaik-baiknya dan jangan disia-siakan. Mengingat akan kemaslahatan ummat, berembug lebih baik untuk kemaslahatan umat, dan jangan memaksakan.
“Pesan tersebut sederhana, namun mengandung nasihat mendalam,” ungkap Lora Bisma yang merupakan Ketua Ikatan Alumni ITB Jawa Timur.

Nasihat tersebut seolah menjadi titik pijak bagi Teguh untuk melangkah lebih bijaksana dalam perjalanan politiknya.
Pilkada bukan hanya tentang ambisi pribadi, namun tentang merangkul masyarakat dengan sepenuh hati. Teguh percaya bahwa setiap keputusan harus didasarkan pada kemaslahatan umat, sesuai dengan warisan ajaran ulama besar.
Menjalin Silaturahmi Spiritual untuk Menyongsong Masa Depan
Sowan ke maqbaroh KHR As’ad Syamsul Arifin bukan hanya tentang meminta doa dan restu. Bagi Teguh, ini adalah bagian dari perjalanan spiritual untuk memperkuat niat dan semangat dalam menghadapi tantangan ke depan.
Ia yakin bahwa segala urusannya, termasuk dalam Pilkada mendatang, akan berjalan lancar jika niatnya lurus dan perjuangannya selalu berpihak pada kemaslahatan umat.
Spirit maqbaroh ini memberikan energi baru bagi Teguh. Dengan sambung doa dan sambung roso, ia bertekad untuk menjadikan Pilkada ini sebagai langkah nyata dalam memperjuangkan Bojonegoro yang lebih baik.
Bukan hanya karena ambisi politik, tetapi juga karena cinta pada tanah kelahiran dan tanggung jawab pada masyarakatnya.
Setelah sowan ke maqbaroh KHR As’ad Syamsul Arifin, Teguh mengambil waktu untuk berziarah, bukan hanya untuk berdoa, tapi juga merefleksikan langkah-langkah yang akan diambil.
Dalam keheningan maqbaroh, di bawah rimbunan pepohonan yang mengelilingi makam ulama kharismatik ini, Teguh seakan diingatkan kembali tentang pentingnya prinsip kemaslahatan umat.
Ziarah ini tidak sekadar napak tilas sejarah, namun sebuah simbolisasi spiritual dari perjuangannya, di mana setiap langkah diharapkan membawa berkah dan manfaat bagi masyarakat luas.
Dari Jakarta ke Bojonegoro, Teguh Pulang untuk Membangun
Teguh bukanlah figur yang datang tiba-tiba dalam dunia politik. Ia adalah putra asli Bojonegoro, yang sejak kecil dibesarkan dengan nilai-nilai lokal yang kuat. Usai menyelesaikan pendidikan di Bandung, ia memulai karier di PT Tripatra, sebuah perusahaan konstruksi terkemuka. Namun perjalanan profesionalnya tidak berhenti di sana.
Teguh melanjutkan pendidikan ke tingkat pascasarjana di Universitas Pertahanan, sebelum akhirnya dipercaya sebagai Staf Ahli di Kementerian Pertahanan RI.
Meski sukses berkarier di ibu kota, panggilan tanah kelahiran selalu ada di hatinya. Teguh memutuskan untuk kembali ke Bojonegoro, membawa ilmu dan pengalaman yang ia dapatkan untuk membangun daerah yang ia cintai.
Baginya, pulang bukan hanya tentang merangkul keluarga dan kenangan, tapi juga tentang tanggung jawab. Ia ingin memberikan yang terbaik bagi Bojonegoro, tempat ia tumbuh dan memulai segala-galanya.
Teguh Haryono kini siap menghadapi kontestasi Pilkada dengan keyakinan penuh, bahwa setiap langkah yang ia ambil adalah demi kemaslahatan umat, sebuah perjuangan yang terinspirasi dari ajaran Nahdlatul Ulama yang diwariskan oleh KHR As’ad Syamsul Arifin. (rin)