Berita Utama

RUU TNI 2025 Direvisi: Perluasan Peran Militer di Institusi Sipil Picu Polemik

×

RUU TNI 2025 Direvisi: Perluasan Peran Militer di Institusi Sipil Picu Polemik

Sebarkan artikel ini

Jakarta, Suaradesa.co – Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah menghasilkan sejumlah perubahan signifikan, salah satunya adalah bertambahnya jumlah kementerian dan lembaga yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif.

Jumlah ini meningkat dari 10 menjadi 16 institusi, termasuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) yang baru ditambahkan dalam revisi RUU TNI 2025.

Perubahan dalam Revisi RUU TNI 2025

Dalam rapat Panitia Kerja (Panja) yang berlangsung pada 14-15 Maret 2025 di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, revisi ini disepakati dengan sejumlah penyesuaian. Sebelumnya, UU TNI yang berlaku hanya mengizinkan prajurit aktif mengisi jabatan di 10 institusi, di antaranya:
• Kantor Bidang Koordinator Politik dan Keamanan Negara
• Kementerian Pertahanan
• Sekretaris Militer Presiden
• Badan Intelijen Negara
• Badan Sandi Negara
• Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas)
• Dewan Pertahanan Nasional
• Badan SAR Nasional
• Badan Narkotika Nasional (BNN)
• Mahkamah Agung

Dengan revisi terbaru, enam institusi tambahan kini dapat ditempati oleh prajurit TNI aktif:
• Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
• Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
• Badan Keamanan Laut (Bakamla)
• Kejaksaan Agung
• Kementerian Kelautan dan Perikanan
• Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)

Baca Juga :  SMP Dirgahayu Gandeng Koramil Kedungadem

Makna dan Implikasi Revisi RUU TNI 2025

Perubahan dalam revisi RUU TNI ini memunculkan beragam reaksi dan pandangan dari berbagai pihak.

1. Perluasan Peran TNI di Sektor Sipil
Dengan bertambahnya jumlah institusi yang bisa diisi oleh prajurit aktif, peran militer dalam pemerintahan sipil semakin luas. Pemerintah beralasan bahwa langkah ini bertujuan memperkuat koordinasi dalam bidang keamanan nasional dan tanggap darurat, terutama dalam institusi seperti BNPB dan BNPT yang menangani bencana dan ancaman terorisme.
2. Kekhawatiran Kembalinya Dwifungsi ABRI
Sejumlah pengamat, seperti Peneliti Senior Imparsial, Al Araf, menyatakan bahwa revisi ini dapat membuka kembali ruang bagi dwifungsi ABRI seperti pada era Orde Baru. Ia menegaskan bahwa tugas utama TNI seharusnya tetap berfokus pada pertahanan, bukan mengisi jabatan di lembaga sipil yang dapat mengaburkan batas antara militer dan pemerintahan demokratis.
3. Penguatan Pengawasan Publik
Para kritikus menekankan bahwa yang lebih mendesak bukan perluasan peran TNI dalam jabatan sipil, melainkan penguatan sistem pengawasan publik. Transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan tugas pemerintahan harus diperketat untuk menghindari penyalahgunaan kewenangan oleh pihak militer di lembaga-lembaga sipil.
4. Dinamika Politik dan Keamanan Nasional
Perubahan dalam revisi UU ini juga mencerminkan dinamika politik dan keamanan nasional yang terus berkembang.

Baca Juga :  Apresiasi Puan Maharani Serap Aspirasi Dalam Perumusan UU TPKS

Dengan meningkatnya ancaman di bidang keamanan maritim, bencana alam, dan terorisme, peran TNI dalam lembaga terkait dianggap semakin strategis. Namun, tetap diperlukan batasan yang jelas agar supremasi sipil dalam sistem demokrasi tetap terjaga.

Revisi RUU TNI 2025 membawa perubahan yang cukup besar dalam hubungan antara militer dan institusi sipil. Meski bertujuan memperkuat keamanan dan koordinasi pemerintahan, pengawasan yang ketat tetap diperlukan agar tidak terjadi penyimpangan terhadap prinsip demokrasi.

Perdebatan mengenai revisi ini kemungkinan masih akan terus berkembang, terutama terkait dampaknya terhadap tata kelola pemerintahan yang demokratis dan profesionalisme TNI dalam menjalankan tugas pertahanan negara.(red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *