Suaradesa.co (Malo) – Di masa Pandemi Covid-19 ini, semua sektor perekonomian mengalami penurunan drastis.
Tidak terkecuali petani ale atau kecambah di Desa Malo, Kecamatan Malo, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.
Sebelum masa pandemi, para petani ale yang memanfaatkan pekarangan rumah atau ladang untuk media menanam, kini hanya cukup menggunakan bak berukuran besar.
Selain musim penghujan yang mampu mempengaruhi pertumbuhan ale, juga jumlah permintaan di pasaran yang mulai menurun. Sehingga, tidak lagi membutuhkan lahan yang luas.
“Setiap dua hari, ya paling tidak ada sepuluh sampai lima belas bak ukuran besar untuk menanam ale,” kata salah satu petani ale, Kustiowati (40), Rabu (27/1/2021).
Sejak menanam ale tahun 2016, baru kali ini penjualan menurun drastis. Jika sebelumnya mampu menjual ale 50 Kg setiap harinya, kini hanya 25 Kg saja, per kilogramnya dihargai Rp20.000.
“Jualnya di pasar sekitar sini juga sampai Cepu. Kadang juga ke tetangga atau ke warung-warung,” imbuh ibu satu anak ini.
Bersama suaminya, Kustiowati mengembangkan tanaman ale ini sebagai satu-satunya mata pencaharian. Meski demikian, berapapun rupiah yang diterima tetap disyukurinya.
“Ya berapapun sekarang hasilnya tetap kami syukuri,” tukasnya.
Sekarang ini, ale-ale tersebut dijual ke pasar wilayah Malo, Kalitidu, Pungpungan, Parengan, Tobo, Ngasem, Clangap, Cepu dan Padangan.
Bibit-bibit ale yang dibeli dari Kabupaten Bondowoso-pun masih bersisa 2 ton. Sisa itu merupakan pembelian bibit tahun 2019 lalu.
“Biasanya satu tahun saya langsung nyetok bibit itu 5 ton dan langsung habis. Ini saja masih sisa banyak,” tandasnya.
Meski dalam kondisi sulit, namun Kustiowati tetap bertahan untuk menanam ale. Karena, masih dianggap menjadi komoditas utama dalam memasak dan dibutuhkan masyarakat apalagi lebaran kupat.
“Insya Allah tetap bertahan, mudah-mudahan Pandemi ini segara berakhir dan kondisi bisa normal kembali,” pungkasnya. (*Tya)