Suaradesa.co (Bojonegoro) – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, mengaku heran dengan aksi demonstrasi yang digelar oleh puluhan mahasiswa dari Front Nahdliyin untuk Kedaulatan untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA), Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah (IMM), Kader Hijau Muhammadiyah (KHM).
Ketua Komisi B, Sally Atyasasmi, mengaku, pihaknya telah menawarkan para mahasiswa tersebut untuk melakukan mediasi di dalam kantor DPRD namun ditolak.
“Tadi ada pertanyaan yang ditujukan untuk pemerintah pusat dan daerah,” kata Sally usai demo, Kamis (24/9/2020).
Untuk pertanyaan yang ditujukan pemerintah pusat terkait omnibus law, pihaknya berjanji akan memfasilitasi ke Jakarta. Sementara terkait subsidi pupuk, Dinas Pertanian Kabupaten Bojonegoro sudah menyampaikan ke seluruh distributor dan kios, jika selama Kartu Tani belum tercetak maka pembelian pupuk bersubsidi bisa secara manual.
“Langsung ke kios, dicek datanya dan para petani yang tergabung dalam kelompok tani tetap bisa membeli,” tukasnya.
Kendala kartu Tani berada pada pencetakan kartu yang belum seluruhnya selesai. Ada juga yang sudah tercetak, namun belum bisa aktivasi. Namun, Bank BNI sebagai penyedia layanan berjanji pada 25 September besok semua Kartu Tani sudah tercetak dan bisa digunakan.
“Kalau memang belum mencukupi kartu tercetak, kita akan memanggil pihak-pihak terkait,” tukasnya.
Terkait pembangunan infrastruktur di Bojonegoro sudah dijelaskan jika pembangunan tol akan menggunakan tanah Solo Valley dan tidak memanfaatkan lahan pertanian.
“Sementara pembangunan jalan cor dan beton di desa-desa, saya kira harus melihat dari sudut pandang yang berbeda,” tandasnya.
Jika para mahasiswa menyebutkan para petani tidak membutuhkan semen dan beton untuk pembangunan jalan, justru, sektor pertanian sangat bergantung pada infrastruktur jalan.
“Jangan hanya ngomong soal akses pupuk saja, tapi juga transportasi,” tegas Politisi asal Partai Gerindra ini.
Misalnya saja, wilayah Bojonegoro di ujung barat, banyak petani yang bisa tanam dan panen tapi tidak bisa menjual. Karena pada saat musim penghujan tidak ada kendaraan yang bisa mengangkut hasil panen karena jalannya rusak parah.
“Jadi kalau kita bicara pembangunan jalan di Bojonegoro, sebenarnya itu justru untuk menunjang aksesebilitas pertanian di Bojonegoro,” tegasnya.
Pihaknya menyarankan, agar para mahasiswa tersebut juga melihat segi positif dibangunnya ruas jalan oleh Pemkab Bojonegoro.
“Bayangkan, jika sebelum ada pembangunan jalan sekarang ini para petani harus menyimpan hasil panennya hingga musim kemarau tiba hanya untuk mendapatkan kendaraan yang lewat,” pungkasnya.(*rin)