Berita UtamaSerba Serbi

Kejayaan Belimbing Ringinrejo Yang Mulai Surut

220
×

Kejayaan Belimbing Ringinrejo Yang Mulai Surut

Sebarkan artikel ini

Suaradesa.co (Bojonegoro) – Siapa yang tidak mengenal agrowisata Kebun Belimbing Desa Ringinrejo, Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Salah satu desa yang memiliki letak geografis strategis karena dikelilingi oleh sungai Bengawan Solo.

Kesuburan tanahnya dimanfaatkan warga untuk tanaman Belimbing yang terkenal dengan belimbing madu karena warnanya yang kuning-jingga keemasan ditambah rasa yang manis segar.

Selama bertahun-tahun, agrowisata Belimbing Ringinrejo selalu ramai pengunjung. Tidak hanya wisatawan lokal dari Bojonegoro. Namun juga dari luar kota.

Pengunjung bahkan bisa langsung memetik belimbing dari pohonnya, menjadi wisata edukasi bagi anak TK dan SD.

Belimbing Ringinrejo selama ini merupakan ikon kota Bojonegoro sebagai komoditas unggulan yang bernilai kompetitif. Khususnya komoditas holtikultura.

Kebun Belimbing Ringinrejo dengan luas ± 19.3 hektar dikelola oleh 80 pekebun.

Baca Juga :  Tenun Bojonegoro Tetap Diminati Saat Pandemi

Setiap tahun, warga menggelar sedekah bumi dengan membuat gunungan dari Belimbing tersebut. Tak ayal, banyak wisatawan lokal yang datang untuk melihatnya.

Namun, kejayaan Belimbing Ringinrejo mulai surut seiring serangan Pandemi Covid-19 pada awal 2020 lalu.

Virus yang merebak di seluruh dunia itu, telah memukul telak perekonomian masyarakat. Termasuk pengelola kebun Belimbing Ringinrejo.

Hampir satu tahun, agrowisata Belimbing Ringinrejo ditutup untuk memutus penyebaran Covid-19 membuat para pedagang belimbing harus menelan pil pahit.

Nanik (45), pedagang belimbing Ringinrejo mengaku, sudah setahun ini mengalami kesulitan menjual buah-buah belimbing saat panen tiba.

“Kadang, kalau tidak laku sebagian buahnya busuk,” ujar ibu dua anak.

Terpaksa, dia membuka lapak di pinggir jalan raya turut Bojonegoro-Cepu untuk menjual buah belimbing. Kadang laku, kadang juga tidak.

Baca Juga :  Patroli di Destinasi Wisata, Petugas Gabungan Pastikan Wisatawan Taat Prokes

“Dalam satu hari, kadang laku 5 kilogram, kadang juga lebih,” imbuhnya.

Dulu, sebelum ada pandemi Covid-19, Nanik mampu menjual buah belimbing sebanyak 20 Kg setiap harinya. Terlebih, saat hari besar atau liburan tiba.

“Laba yang kami terima juga lumayan, sekarang Rp150 ribu sampai Rp200 ribu saja sudah bersyukur,” tukasnya.

Kondisi sepi itu, membuatnya dan pedagang lainnya terpaksa menaikkan harga belimbing. Yang biasanya hanya Rp5000 sampai Rp10.000 per kilogram sekarang naik antara Rp15.000 sampai Rp20.000 per kilogram tergantung ukuran dan jenisnya.

“Semoga, Pandemi segera berakhir agar agrowisata bisa dibuka kembali dan perekonomian warga kembali normal,” pungkasnya.(*rin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *