Suaradesa.co (Bojonegoro) – Dalam rapat Paripurna Pemandangan Umum Fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, terhadap Raperda inisiatif Pemkab Bojonegoro tentang Perubahan Perda No 13 Tahun 2015 tentang Kepala Desa hampir semuanya sepakat.
Juru Bicara Fraksi Golkar, Achmad Supriyanto, mengatakan, meski sepakat, namun meminta agar dibahas detail dan menyesuaikan
kondisi riil saat ini, jangan sampai ada multi tafsir, mengingat banyak
kemungkinan yang terjadi terhadap kepala desa.
“Kami berharap Permendagri harus tetap
dijadikan roh dalam kesepakatan pembahasan agar tidak banyak
menyimpang hal-hal yang normatif,” tegasnya, Selasa (7/7/2020).
Fraksi Golkar juga minta
kepada eksekutif agar dalam menyajikan kebijakan terkait penyelenggaraan pemdes lebih mendengar dan memperhatikan local
wisdom atau kearifan lokal di desa.
Sementara juru bicara Fraksi Demokrat, Mochamad Ludfi mengatakan, jika pada Pasal 5 Ayat 2 huruf g, pada substansi Fasilitasi penyelesaian sengketa Pilkades apakah ada kewenangan untuk menyatakan dapat membatalkan hasil pilkades jika terbukti ditemukan pelanggaran setelah selesai pemungutan atau ditetapkan hasilnya.
Selanjutnya pada substansi Pasal 10A, pihaknya menanyakan terkait hasil pengawasan pengawas Pilkades, pada huruf b, ada penindakan dan mediasi jika ada pelanggaran pilkades, utamanya pelanggaran yang merubah hasil pemilihan apa kewenangan dalam melakukan tindakan yang dimaksud.
Kemudian pada huruf e, pengawas hanya bersifat hanya mencegah terjadinya praktek politik uang, artinya hanya upaya preventif, maka tidak ada kewenangan melakukan upaya represif jika telah terjadi praktek politik uang.
Pihaknya mendorong agar pembentukan panita pengawas pilkades dapat disesuaikan sebagaimana ketentuan yang ada dan ada kewenangan dalam menindak agar pilkades dilaksanakan dengan jujur dan adil serta aman.
Sehingga pengawas pilkades tidak hanya dianggap sebagai pemborosan anggaran dan dapat dimaksimalkan tugasnya.
Pasal 46 ayat 4,
“kami menanyakan apakah sudah relevan dan obyektif jika harus ditentukan dengan usia yang lebih tua? Kami lebih mendorong bahwa kemampuan dan kapasitas serta kwalitas SDM lebih utama daripada usia,” lanjutnya.
Sementara Juru Bicara Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengatakan, jika status desa dalam Undang-undang Desa adalah sebagai bagian yang tidak terpisakan dari struktur organisasi Pemkan.
“Perdes ditegaskan sebagai bagian dari pengertian peraturan peundang-undnagan dalam arti peraturan yang melaksanakan fungsi pemerintahan,” tegasnya.
Sedangkan juru bicara Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Lasuri, mengatakan, semangat dari Raperda tata cara pemilihan dan pemberhentian kepala Desa ini adalah penyempurnaan dari Perda lama sekaligus penyesuaian dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 65 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor Negeri Nomor 112 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Kepala Desa, sehingga tidak bisa ditawar lagi.
“Terkait dengan tata cara pemilihan dan pemberhentian kepala desa Fraksi kami memberikan masukan dimana sesuai dengan Permendagri Nomor 65 Tahun 2017 tentang Pilkades,” imbuhnya.
Dalam aturan itu, Pilkades serentak ditanggung sepenuhnya melalui APBD. Sebelumnya anggaran Pilkades serentak sebagian dibebankan kepada APBDes. APBDes hanya diperbolehkan untuk mengalokasikan anggaran pelaksanaan Pilkades hasil Pergantian Antar Waktu (PAW), hal ini perlu ditegaskan dalam Raperda yang akan dibahas ini sebagai keterbukaan publik.
” Fraksi kami sepakat Raperda ini segera dibahas dalam ranah Pansus dan dengan segala dinamika dan perkembangannya kami akan memberikan masukan dan dukungan,” pungkasnya. (*Naf)
Penulis ; Nafita Sari
Editor ; H Ulya