Suaradesa (Bojonegoro) – Harga kedelai di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, dalam kurun waktu lima tahun cenderung tidak stabil. Pendapatan perajin tahu dan tempe menurun hingga 20%.
“Sejak tahun 2014, 2016, 2018, dan sekarang, harganya naik turun terus. Kenaikan harga kedelai impor dipengaruhi naiknya nilai tukar dolar Amerika Serikat,” kata Ketua Paguyuban Perajin Tahu dan Tempe Kabupaten Bojonegoro, Arifin, Minggu (14/6/2020).
Ia menyebutkan, pada tahun 2014, harga kedelai lokal yang semula Rp6.200 per kilogram naik menjadi Rp6.600 per kilogram. Kemudian tahun 2015, naik sampai Rp7.200 per kilogram, dan naik lagi hingga Rp8.200 per kilogram pada 2016.
Pada tahun 2018, harga kedelai kembali turun hingga Rp7.200 per kilogram, dan turun lagi pada tahun 2019 menjadi Rp6.350 per kilogram. Namun tahun 2020 kembali naik lagi hingga Rp7.200 per kilogram.
“Kedelai selama ini menjadi bahan baku utama perajin dalam membuat tahu,” tandasnya.
Menurut dia, perajin tahu dan tempe yang menjadi anggotanya berjumlah sekitar 150 perajin yang berada Desa Ledok Kulon, Kecamatan Kota. Mereka tidak berani menaikkan harga jual kepada konsumen, meskipun harga kedelai naik.
“Jalan satu-satunya dengan mengecilkan porsi,” tukasnya.
Meski demikian, tingkat penjualan produksi tahu di daerahnya masih tetap stabil. Dia mencontohkan, dirinya setiap harinya menjual tahu bahan kedelai 1,5 kuintal mencapai 25 kilogram per hari.(wed/*)