Bojonegoro – Sekelompok massa yang tergabung dalam Front Seni Jalanan menggelar aksi di depan Pendopo Malowopati, Kabupaten Bojonegoro, pada Kamis (31/10/2024).
Aksi bertajuk “Seruan Watu Semar: Lawan Oligarki” ini menjadi wadah bagi warga menyampaikan protes terhadap oligarki yang, menurut Front Seni Jalanan, telah memperdaya para birokrat dan menindas hak-hak rakyat.
Di bawah komando Agung DePe selaku koordinator lapangan, Front Seni Jalanan menyuarakan makna simbolik batu menhir “Watu Semar” yang berdiri di Alun-Alun Bojonegoro. Bagi Front Seni Jalanan, Watu Semar bukan sekadar batu, melainkan lambang perlawanan rakyat terhadap dominasi politik dan ekonomi yang merugikan kesejahteraan mereka.
“Di hadapan Watu Semar, kami adalah Semar. Secara formal kami rakyat, tetapi secara substansial kami lebih berdaulat dari birokrat dan politisi yang disetir oleh oligarki,” ungkap Agung DePe dalam orasinya.
Dia menekankan bahwa Watu Semar merepresentasikan “resolusi rakyat” untuk melawan ketidakadilan yang tumbuh dari sistem kekuasaan yang menurutnya semakin opresif dan melanggar prinsip demokrasi.
Aksi ini melahirkan gagasan yang mereka sebut sebagai “Resolusi Watu Semar,” sebuah ajakan untuk melawan tiga kelompok utama yang dianggap mewakili kekuasaan oligarki: partai politik dan politisi yang berafiliasi dengan oligarki, birokrat yang menjadi kaki-tangan oligarki, dan para partisan yang tunduk pada kekuatan oligarki.
Massa yang membawa berbagai atribut seni jalanan menampilkan pertunjukan, spanduk, dan poster-poster sebagai bentuk ekspresi perlawanan mereka. Slogan-slogan seperti “Mbegegeg, ugeg-ugeg, mel-mel sak dulita, langgeng” menggema di tengah aksi, menyerukan keteguhan hati rakyat Bojonegoro dalam memperjuangkan demokrasi.
Aksi yang berlangsung damai ini mengingatkan pemerintah daerah agar tidak terjebak dalam kekuasaan yang menurut mereka berpihak pada elit semata.
Agung DePe menutup aksi dengan seruan agar rakyat Bojonegoro tetap berani melawan segala bentuk ketidakadilan yang mengancam kesejahteraan mereka.
Sebagai contoh adalah KPU Bojonegoro yang gagal menggelar debat perdana Paslon Cabup-Cawabup beberapa waktu lalu.
“Jika ini gagal lagi, sudah bisa ditebak ada tangan-tangan oligarki yang campur tangan dan kami akan mengerahkan massa lebih banyak lagi untuk melawan,” (rin)