Suaradesa.co (Bojonegoro) – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, menyampaikan poin penting isi dari Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang tentang Penyelenggaraan Hak-Hak Penyandang Disabilitas.
Ketua DPRD Bojonegoro, Imam Sholihin, mengatakan, dalam rapat Paripurna penyampaian Raperda usulan DPRD hari ini, Senin (6/7/2029) memuat subtansi diantaranya Hak-Hak Penyandang Disabilitas, Penyelenggaraan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, Bantuan Sosial, Peran Serta Masyarakat, Insentif dan Penghargaan, Perempuan dan Anak dengan Disabilitas, Pengarusutamaan Penyandang Disabilitas, Pembiayaan, Pembinaan dan Pengawasan.
“Pada 2016, pemerintah Indonesia mengesahkan Undang-Undang (UU) Disabilitas yang mengakui hak penyandang disabilitas dan mewajibkan pemerintah untuk memberikan mereka perlakuan yang setara dengan non-disabilitas,” ujarnya.
Perlindungan disabilitas dalam kebijakan pembangunan daerah yang inklusif sesuai dengan pandangan hidup bangsa yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab, kondisi disabilitas harus dipandang sebagai suatu kenyataan yang membuat penyandangnya terhambat untuk berpartisipasi dan terlibat dalam aktivitas dalam masyarakat secara penuh dan sama dengan orang-orang lainnya.
Tidak ada manusia yang menghendaki dirinya sebagai penyandang disabilitas. Kondisi disabilitas dapat terjadi pada siapa saja, baik karena dibawa sejak lahir atau karena suatu kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas, peristiwa bencana alam dan sebagainya.
“Oleh sebab itu, secara khusus, persoalan ini harus menjadi tanggung jawab negara dan masyarakat pada umumnya,” imbuhnya.
Dalam melaksanakan tanggung jawab negara dan masyarakat terhadap penyandang disabilitas, pemerintah, khususnya pemerintah daerah sudah semestinya untuk mengambil kebijakan dengan mengupayakan penyelenggaraan hak-hak penyandang disabilitas.
“Kebijakan pemerintah harus didasarkan pada paradigma baru yang sesuai dengan pandangan hidup bangsa,” tegasnya.
Yakni mengakui adanya keterbatasan pada penyandang disabilitas yang dapat diatasi jika diupayakan aksesibilitas fisik. Selain itu, adanya keengganan dunia usaha untuk memberikan kesempatan bagi penyandang disabilitas merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri.
Demikian halnya dengan penerimaan pegawai bagi instansi pemerintah, Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah serta perusahaan-perusahaan swasta, masih belum memperlihatkan kesungguhan untuk memberikan kesempatan kepada penyandang disabilitas.
“Di Kabupaten Bojonegoro sendiri, beberapa sarana dan prasarana umum yang ada masih sangat minim memberikan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas,” lanjutnya.
Belum banyak fasilitas sarana prasarana trotoar khusus bagi penyandang disabilitas, minimnya instrumen pengaturan lalu lintas bagi penyandang disabilitas.
Demikian juga terhadap usaha-usaha rehabilitasi dan pembinaan bagi penyandang disabilitas serta dukungan biaya terhadap organisasi penyandang disabilitas.
” Belum adanya lembaga yang melakukan koordinasi terhadap upaya-upaya pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas,” tegasnya.(*naf)
Penulis : Nafita Sari
Editor : H. Ulya