Suaradesa.co (Bojonegoro) – Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, menyampaikan, jika adanya Sisa Lebih Anggaran (Silpa) selama dua tahun tinggi dikarenakan beberapa hal.
“Ada beberapa sebab kenapa Silpa tahun 2019 dan 2020 ini tinggi,” kata anggota Badan Anggaran (Banggar) dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Lasuri, Jumat (23/10/2020).
Dia katakan, jika pada tahun 2019, besaran Silpa sebesar Rp2,1 triliun karena ada transfer Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi (Migas) dan kurang salur DBH Migas pada akhir tahun. Padahal, APBD Perubahan sudah ditetapkan.
“Sehingga, mau tidak mau menjadi Silpa di tahun 2019,” tukasnya.
Selain itu, adanya tahun politik baik legislatif, presiden, dan ada Pilkades serentak sehingga membuat penyerapan tidak bisa maksimal.
Lasuri memaparkan, pada tahun 2020 Silpanya tinggi sebesar Rp2,3 triliun, karena tahun ini memang tahun yang sulit dengan adanya Pandemi Covid-19. Sehingga, keluar Surat Keputusan Bersama (SKB) 2 Menteri yang berbunyi bahwa daerah harus menganggarkan minimal 35 persen belanja barang dan jasa untuk Covid-19 atau sebesar Rp1,3 triliun. Jika tidak, maka akan disanksi.
“Karena penyerapan anggaran Covid-19 sudah baik, maka anggaran sebesar Rp1,3 triliun itu tidak terserap maksimal,” tegas pria yang juga anggota Komisi B ini.
Sedangkan, juga ada transfer kurang salur DBH Migas sebesar Rp270 miliar, Devident BUMD PT ADS sebesar Rp122 miliar dan transfer-transfer lainnya di akhir tahun yang menjadikan Silpa di Bojonegoro tinggi.
“Kita jangan bilang sanksi dari pemerintah pusat. Lihat dulu alasan Silpanya tinggi,” imbuhnya.
Justru, jika pemerintah kabupaten tidak menganggarkan sesuai instruksi SKB 2 menteri akan mendapatkan sanksi.
“Sehingga, unsur-unsur Silpa ini karena ada penyebabnya dan memang bukan disengaja. Terlebih, pembangunan di Bojonegoro juga berjalan maksimal,” pungkasnya. (*rin)