Bojonegoro – Kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan yang terus meningkat akhir-akhir ini memicu kritik keras dari berbagai pihak.
Koordinator Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak (APPA) serta Komisi Perlindungan Indonesia (KPI), Nafidatul Hima, menyoroti minimnya peran negara dan pemerintah dalam memberikan perlindungan konkret bagi anak-anak, khususnya di Bojonegoro.
Menurutnya, langkah-langkah yang diambil selama ini cenderung formalitas dan belum berdampak signifikan.
“Sering kali saya berkomentar, negara tidak hadir. DPRD pun kebanyakan hanya memberikan komentar tanpa tindakan nyata. Setiap kali ada kasus kekerasan terhadap anak, penanganannya selalu terkesan formalitas,” ujar Nafidatul, Selasa (10/9/2024).
Ia menyoroti lambannya proses pengesahan peraturan daerah (perda) terkait perlindungan anak di Bojonegoro. Meski sudah didorong sejak lama, hingga saat ini, perda tersebut belum juga disahkan.
“Di Bojonegoro, kita dorong perda sampai sekarang tidak didok. Nihil,” tegas Nafidatul.
Selain itu, Nafidatul juga mengkritisi pola asuh orang tua yang dianggap kurang memberikan perhatian emosional kepada anak.
Menurutnya, orang tua saat ini lebih banyak memfasilitasi anak dengan barang-barang seperti ponsel dan sepeda listrik, namun melupakan pentingnya kedekatan dan komunikasi yang intens dengan anak.
“Selama ini, orang tua lebih banyak memfasilitasi anak, seperti memberi ponsel atau sepeda listrik. Namun, anak jarang mendapat haknya untuk merasakan kedekatan dan perhatian dari orang tua. Harusnya, jika sudah memberikan ponsel, ada komunikasi yang terjalin setiap hari. Pulang kerja, orang tua perlu menyempatkan waktu untuk berbicara dengan anak,” paparnya.
Nafidatul menekankan pentingnya pola asuh yang memperlakukan anak layaknya sahabat, terutama saat mereka menginjak usia remaja. Kedekatan emosional antara anak dan orang tua sangat diperlukan agar anak merasa lebih nyaman dan terlindungi. Namun, menurutnya, lingkungan juga harus berperan aktif dalam membentuk perilaku sehat bagi anak.
Nafidatul juga mengusulkan agar sekolah-sekolah di Bojonegoro, terutama di jenjang pendidikan dasar, memberikan materi muatan lokal terkait isu kekerasan terhadap anak dan bullying.
“Sekolah harus berperan lebih dalam memberikan pendidikan mengenai kekerasan anak dan bullying. Misalnya, di sekolah dasar (SD), setiap beberapa bulan sekali ada narasumber yang datang untuk memberikan pemahaman tentang isu ini,” tambahnya.
Ia juga menyoroti besarnya anggaran APBD Bojonegoro yang hingga saat ini belum fokus pada isu perlindungan anak dan perempuan.
“Bojonegoro ini APBD-nya besar, tapi perlindungan anak belum jadi isu yang seksi untuk diangkat dan diseriusi,” tutupnya.
Farida Hidayati berkomitmen untuk menjadikan isu perlindungan perempuan dan anak.
Bakal Calon Wakil Bupati (Bacabup) Farida Hidayati, mengatakan, harus bekerja sama untuk mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual.
“Tidak hanya pemerintah, tapi juga orang tua, sekolah, dan masyarakat. Dengan demikian, kita bisa membangun Bojonegoro yang lebih aman dan bermartabat,” tegas Ketua Forum PAUD Kabupaten Bojonegoro.
Pihaknya menyampaikan keprihatinannya terhadap maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi akhir-akhir ini di berbagai daerah.
Sebagai seorang calon pemimpin daerah, ia menekankan pentingnya Bojonegoro tetap menjaga ketertiban dan keamanan, khususnya terkait kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
“Saya sangat prihatin dengan semakin meningkatnya kasus kekerasan seksual, terutama yang melibatkan anak-anak. Ini adalah bentuk kejahatan yang tak bisa ditoleransi. Kita harus memastikan bahwa Bojonegoro tetap menjadi daerah yang aman dan nyaman bagi seluruh warga, terutama anak-anak dan perempuan,” ujar Sarjana Universitas Trisakti ini.
Farida menambahkan, kasus-kasus semacam ini bukan hanya menjadi tanggung jawab penegak hukum, tetapi juga tanggung jawab seluruh elemen masyarakat. Edukasi dan pencegahan, menurutnya, harus dilakukan secara masif untuk menekan angka kekerasan.
Pengurus Pusat Fatayat NU ini menyatakan bahwa data ini sangat mengkhawatirkan dan harus menjadi peringatan bagi semua pihak untuk bertindak lebih tegas.
“Kita tidak boleh lengah. Kasus-kasus seperti ini harus dicegah sedini mungkin melalui langkah-langkah preventif, sosialisasi, dan penguatan perlindungan anak,” tegasnya.
Ia berharap, dengan kepemimpinan yang kuat dan kebijakan yang berpihak pada perlindungan anak, Bojonegoro bisa menjadi daerah yang terhindar dari ancaman kekerasan seksual. (red)