Suaradesa.co, Bojonegoro – Program pengentasan kemiskinan berbasis peternakan yang digadang-gadang sebagai inovasi unggulan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro kini mulai menuai sorotan.
Hanya dalam hitungan minggu sejak peluncuran, sejumlah peserta program “Domba Sejahtera” dan “Gayatri” dari Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Bojonegoro mulai mengeluhkan habisnya pakan bantuan, bahkan sebagian di antaranya dikabarkan dijual ke pihak lain.
Kondisi ini mendapat perhatian serius dari Sutikno, anggota Komisi B DPRD Bojonegoro.
Ia menilai lemahnya pengawasan dan pendampingan menjadi titik lemah yang mengancam keberlanjutan program tersebut.
“Belum ada satu bulan, pakan sudah dijual ke tempat lain. Alasan mereka untuk membeli obat. Padahal harapannya dua bulan bisa bertahan, tapi tiba-tiba pakan habis,” ujar Sutikno dengan nada prihatin.
Menurutnya, program yang sejatinya dirancang untuk membantu masyarakat miskin agar mandiri ini justru berpotensi kehilangan arah.
Ia bahkan mengingatkan agar Dinas Peternakan tak sekadar menyalurkan bantuan, tetapi memastikan program benar-benar menyentuh sasaran.
“Bu Catur sebagai Kepala Dinas Peternakan jangan sampai program ini hanya jadi harapan masyarakat. Ketika kambingnya sudah tidak ada, program ini tidak bisa dilimpahkan ke yang lain. Anggarannya besar, tapi jangan sampai karena banyak masalah, semangat pemerintah justru surut,” tegasnya.
Nada serupa disampaikan Sally Atyasasmi, Ketua Komisi B. Ia menyoroti lemahnya sistem keberlanjutan (maintenance) setelah masa pendampingan berakhir.
“Jangan sampai setelah pendampingan selesai, hasilnya tidak sesuai harapan. Harus ada sistem maintenance agar usaha ternak ini tetap berjalan,” kata Sally.
Menanggapi hal itu, Catur Rahayu, Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Bojonegoro, menyebut pihaknya telah menjalankan pendataan ketat terhadap penerima bantuan berdasarkan data miskin daerah (Damisdha).
“Tim kami benar-benar mendata penerima sesuai Damisdha. Kami juga melakukan pendampingan, bermitra dengan BUMDes, dan memberikan edukasi kepada penerima. Bahkan penyedia pakan kami libatkan untuk bekerja sama dengan BUMDes,” jelas Catur.
Sementara itu, Sigit Kusharianto, anggota Komisi B lainnya, menilai bahwa keberlanjutan program bergantung pada kemandirian peternak.
“Para peternak harus diajari mandiri, termasuk membuat pakan sendiri. Memang perlu pendampingan terus. Tapi ketika menggandeng pemerintah desa, justru kadang hasilnya tidak maksimal,” ujarnya.
Sigit juga menekankan perlunya solusi konkret dari dinas agar program tidak hanya berakhir pada seremonial penyerahan bantuan saja. (rin/him)







